TEMPO.CO, Jakarta -- Penggusuran terhadap ratusan rumah liar yang berdiri di sisi barat bantaran Waduk Pluit, Kampung Garuda Mas, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, dibatalkan hari ini. Para petugas tidak mau mengambil risiko karena sekitar 100 warga menghadang pergerakan alat berat yang baru beberapa menit beroperasi.
"Kita belum lakukan hari ini, mungkin besok. Ini termasuk ke dalam tahap ketiga dari sebelumnya Laguna dan Taman burung," kata Koordinator Pelaksana Pasca-Darurat Banjir Waduk Pluit, R. Haryanto, di sekitar lokasi penggusuran, Rabu, 17 April 2013.
Sembari mengistirahatkan pekerja dan alat berat, pihaknya melakukan pembahasan dengan Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta. Haryanto berharap Dinas Perumahan mau menampung sekitar 200 warga Garuda Mas yang bersedia pindah ke Rumah Susun Muara Baru, Jakarta Utara. "Besok sebagian warga ada yang mau pindah," ujar Haryanto.
Penggusuran dilakukan pada pukul 10.00 WIB. Petugas sempat merobohkan pagar pembatas berbahan batako sepanjang 10 meter dan tinggi 2 meter dengan menggunakan alat berat backhoe. Namun pembongkaran terhenti karena sekitar 100 warga melakukan penghadangan.
“Mereka merampas hak warga, tidak ada pemberitahuan ke warga sebelum penggusuran," ujar Suharno, 55 tahun, warga penolak penggusuran. Sebenarnya, kata Suharno, warga Garuda Mas yang berjumlah sekitar 300 keluarga bersedia direlokasi.
Namun mereka khawatir kapasitas rumah susun tidak mampu menampung mereka. "Takutnya hanya berbicara rusun, tapi kalau tidak memadai gimana?" kata Suharno.
Mereka juga menuntut uang kerohiman. "Kami setuju saja penggusuran, tapi kalau tidak ada kemanusiaannya (uang kerohiman) bagaimana?" ujar Bahar, 44 tahun.
Pemerintah DKI Jakarta mengeruk Waduk Pluit dengan anggaran Rp 1 triliun. Sebab, waduk yang luasnya mencapai 80 hektare itu saat ini hanya berfungsi sekitar 60 persen, sedangkan di 40 persennya berdiri bangunan liar. Waduk sedalam 10 meter itu pun dangkal menjadi setinggi 3 meter.
FIONA PUTRI HASYIM