TEMPO.CO, Jakarta - Ramainya sejumlah polling, survei, hingga konvensi partai politik ihwal pemilihan presiden tahun depan membuat gerah Sukedris. Pria paruh baya asal Penjaringan, Jakarta Utara, itu mengaku tak rela kalau gubernurnya saat ini, Joko Widodo, sampai tergiur dan "meladeni" hasil-hasil polling, survei, dan penjaringan untuk konvensi tersebut.
Atas alasan itulah Sukedris sengaja menunggui Jokowi di selasar Balai Kota pada Rabu, 17 April 2013 lalu. "Saya ingin ngomong dengan Gubernur," kata dia saat tiba-tiba muncul di tengah kerumunan wartawan yang akan mewawancarai Jokowi.
Kalimat-kalimat berbahasa Jawa meluncur dari mulutnya. Intinya, dia adalah pemilih Jokowi dan ingin memberi nasihat. Tak disangka, Jokowi setuju mendengarkan “petuah” Sukedris.
"Saya dulu bertemu Bapak sebelum maju menjadi gubernur. Saya ikut memilih dan membuat Bapak menang sebagai gubernur," katanya pertama-tama dalam bahasa Jawa halus. "Saya tidak minta apa-apa, cuma ingin Bapak memikirkan provinsi kita, Jakarta."
Dia menekankan agar Jokowi tak tergiur bujukan partai yang ingin mengajaknya “nyapres” (menjadi calon presiden). "Jangan mau kalau diajak jadi presiden oleh PDIP atau Gerindra," ujar Sukedris, menyebutkan dua partai yang mengusung Jokowi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Menanggapi polah dan pesan warganya itu, Jokowi hanya tersenyum. Dia sendiri mengaku masih ogah menjadi calon presiden. "Pokoknya, kalau ditanya soal capres, jawaban saya konsisten," ujarnya, sambil menambahkan, "Saya maunya mikirin MRT, monorel, macet, dan banjir dulu."
Dihubungi terpisah, Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Jhoni Simanjuntak, setuju Jokowi menyelesaikan jabatannya dulu sebagai Gubernur Ibu Kota. "Tanggung jawab Jokowi kini kepada masyarakat Jakarta," katanya.
Sekalipun menyatakan hal itu sudah menjadi komitmen partainya, Jhoni menyatakan tak bisa menahan keinginan masyarakat untuk mencalonkan Jokowi sebagai presiden. Menurut dia, Jokowi memiliki tingkat elektabilitas tinggi karena masyarakat haus akan tokoh sederhana dan memberi harapan perubahan seperti Jokowi.
Gaya Jokowi yang kerap blusukan dan berinteraksi dengan warga disukai banyak orang. "Bila nanti dukungan dari masyarakat meningkat, ya, mau bagaimana. Masak kami melarang-larang?" ujarnya. "Mereka tak bisa menunggu lima sampai sepuluh tahun lagi."
Adapun Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta merelakan jika Jokowi diusung sebagai calon presiden. "Tapi, ada etikanya," kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD M. Sanusi kemarin. Gerindra bersama PDIP mengusung Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI tahun lalu.
Etika yang dimaksudkan oleh Sanusi adalah menyampaikan pencalonannya di depan warga Jakarta. Jokowi, kata Sanusi, harus memberi alasan yang jelas mengapa ia meninggalkan jabatan gubernur dan membeberkan kelanjutan program-programnya bila meninggalkan jabatan. “Tapi masih terlalu dini bicara soal itu,” katanya.
Satu di antara survei yang menjagokan Jokowi sebagai calon presiden 2014 adalah survei Pusat Data Bersatu pada 13-18 Januari lalu. Survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden di 30 provinsi itu menunjukkan tingkat keterpilihan Jokowi sebagai calon presiden paling tinggi, 21,2 persen. Di bawahnya, ada Prabowo Subianto (18,4 persen), Megawati Soekarnoputri (13 persen), Rhoma Irama (10,4 persen), dan Aburizal Bakrie (9,3 persen).
Sigi Lembaga Survei Jakarta pada 9-15 Februari lalu di 33 provinsi juga menunjukkan Jokowi dipilih paling banyak, 18,1 persen. Simak bursa capres 2014 di sini.
M. ANDI PERDANA | ANGGRITA DESYANI | NURHASIM
Topik Terhangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Kasus Cebongan
Baca juga:
EDISI KHUSUS Tipu-Tipu Jagad Maya
FBI Tangkap Pengirim Surat Beracun ke Obama
Kena Gusur, Warga Waduk Pluit Marah pada Jokowi
Penertiban Pasar Minggu Ricuh, 1 Orang Tewas