TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan tidak setuju terhadap penerapan dua harga bahan bakar ninyak (BBM). "Mobilitas konsumen akan terhambat nantinya," kata Tulus.
Saat dihubungi, Sabtu, 20 April 2013, Tulus mengatakan bahwa nantinya masyarakat akan dibingungkan mengenai mana stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang dapat mengisi kendaraan berpelat hitam ataupun yang lainnya. Masyarakat akan dibingungkan dan dibuat merasa tidak nyaman terhadap penerapan dua harga ini.
Menurutnya, kemungkinan pemborosan akan lebih besar. Hal ini karena masyarakat akan berputar-putar mencari SPBU mana yang sesuai dengan kendaraannya. "Hal itu menyimpang pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen," ujar Tulus.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4, hak konsumen di antaranya adalah hak atas kenyamanan konsumen. "Potesi penyimpangan akan lebih besar," ucap Tulus.
Tulus mencontohkan temannya yang akan memasang ojek bensin. Ojek bensin ini tentunya akan membelikan bensin yang seharga Rp 4.500 kepada pengguna mobil berpelat hitam. "Hal itu akan menguntungkan kedua belah pihak," ucap tulus.
Tulus berpendapat bahwa BBM sebaiknya dijual dengan satu harga saja, Rp 4.500, Rp 6.500, atau Rp 7.000.
WINNIE AMALIA R
Topik Hangat:
EDSUS: PREMAN JOGJA | Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo
Berita Terpopuler:
Kena Gusur, Warga Waduk Pluit Marah kepada Jokowi
Begini Tampang Tersangka Bom Boston Sesuai CCTV
Lion Air Jatuh, Boeing Beri Penghargaan Pilot
Jokowi Dilarang 'Nyapres'
Jokowi Tak Suka Ujian Nasional