TEMPO.CO , Bekasi: Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, meminta ketegasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, dalam menyelesaian persoalan Ahmadiyah. Asisten Daerah I Bidang Kemasyarakat Pemerintah Kota Bekasi, Jumhana Luthfi, mengatakan Pemerintah Kota Bekasi telah menemui Menkopolhukam di Sekretariat Negara, pekan lalu.
Kepada Djoko, pemerintah menyampaikan bahwa penyelesaian konflik Ahmadiyah di Bekasi hanya bisa dilakukan jika ada intervensi Pemerintah Pusat. "Kewenangan pemerintah daerah hanya sebatas pembinaan," kata Jumhana Luthfi, kepada Tempo, Kamis 25 April 2013. "Keputusan ada di Menkopolhukam," katanya.
Jumhana menjelaskan, konflik Ahmadiyah di Kota Bekasi tidak akan pernah kelar. Sebab, ada indikasi konflik tersebut sengaja dipelihara pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Informasi inteligen yang diterima Pemerintah Kota Bekasi, kata dia, menemukan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau non govermental organization (NGO) yang sengaja memanfaatkan konfik Ahmadiyah.
"Mereka menjual konflik ini untuk mendapat dana dari salah satu negara di Eropa," kata Jumhana. Konflik warga denga Ahmadiyah menjadi ramai setelah Pemerintah Kota Bekas menutup masjid Al Misbah, di Caman, Pondokgede, beberapa pekan lalu. Masjid tersebut adalah markas jemaah Ahmadiyah, yang jumlah jemaahnya mencapai 600 orang.
Menurut Jumhana, pemerintah daerah menyampaikan kepada Menkopolhukam Djoko bahwa penyelesaian konflik Ahmadiyah hanya ada dua opsi. Yakni, menutup pusat peribadatan Ahmadiyah atau jemaah Ahmadiyah menghapus nama Islam pada komunitas ibadah mereka. "Kini kami masih menunggu keputusan tegas apa yang diambil Menkopolhukam," katanya.
Jika mengacu pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 2008: Kep-003/AJA/6/2008, FAtwa MUI Nomor 11/MUNAS/VII/MUI/15 tahun 2005, serta Peraturan Gubernur JAwa Barat Nomor 12 tahun 2012, telah jelas melarang aktivitas Ahmadiyah.
HAMLUDDIN