TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyatakan terus mewaspadai dan memantau perkembangan penyebaran virus H7N9 di Cina dan beberapa negara lain yang sudah terinfeksi. Hingga 30 April ini, sudah terjadi 126 kasus flu burung H7N9 dengan jumlah kematian mencapai 24 orang.
Secara persentase, tingkat kematian manusia akibat kasus virus ini sebesar 19,5 persen. Artinya, dalam setiap 100 kasus H7N9 pada manusia menyebabkan kematian 19 orang.
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan, Andi Muhadir, menyatakan, pemerintah belum memiliki vaksin khusus penangkal virus H7N9 pada manusia. Ia bahkan menyatakan belum perlu mengeluarkan rekomendasi travel warning ke Cina menyusul merebaknya virus flu burung H7N9 yang menyebabkan kematian pada manusia. Alasannya, belum ada bukti yang menunjukkan adanya penularan virus tersebut dari manusia ke manusia.
"Berita bahwa ada salah satu warga Taiwan yang terkena H7N9 setelah berkunjung ke Cina betul, tapi belum ada penularan dari manusia ke manusia," kata Andi dalam konferensi pers di kantor Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 30 April 2013.
Ia menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga belum mengeluarkan peringatan apa pun dan belum merekomendasikan adanya alat pemindai khusus yang bisa mendeteksi virus H7N9 di bandara. Bahkan, WTO belum membatasi adanya perjalanan atau tingkat perdagangan suatu negara dengan Cina. "Ini kasusnya beda dengan virus flu burung H5N1 yang memang ada bukti penularan dari manusia ke manusia," kata Andi.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Pengendalian Zoonosis dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Emil Agustiono, menambahkan, kesiapan pemerintah daerah dalam mengantisipasi penularan virus yang bersifat zoonosis masih sangat minim. Ia menyebutkan, hanya 15 persen pemerintah kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang siap mengendalikan penyebaran virus zoonosis. Dan hanya 17 provinsi yang sudah memiliki komisi pengendalian zoonosis. "Masalah kesiapan ini karena kurangnya fasilitas pendukung dan kelemahan sumber daya manusianya," kata Emil.
Hal ini dinilai berbahaya. Sebab, lanjutnya, Indonesia berpotensi pandemi virus H7N9 yang berasal dari Cina. Alasan dia, kondisi wilayah Indonesia banyak memiliki kemiripan dengan Cina, yang masyarakatnya sama-sama banyak beternak unggas. "Dan babi jadi media yang paling diwaspadai dalam penularan virus zoonosis," katanya.
Karena itulah ia menyarankan kepada pemerintah untuk memperkuat hubungan dengan negara lain untuk bertukar ilmu dan teknologi dalam pengendalian zoonosis.
ROSALINA