TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Ahmad Erani Yustika memprediksi kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 30 persen mendorong inflasi ke level 9 persen dan mengerek jumlah penduduk miskin. "Tanpa kompensasi, angka kemiskinan minimal naik 1,5 persen," katanya kepada Tempo, Rabu, 1 Mei 2013.
Mengacu perhitungan pemerintah akhir tahun lalu, kata Erani, jumlah penduduk miskin mencapai 11,6 persen dari total penduduk. Jika penduduk miskin naik 1,5 persen maka jumlah penduduk miskin mencapai 13-13,2 persen dari total penduduk.
Jumlah penduduk miskin makin meroket jika standar kemiskinan dinaikkan. Misalnya, acuan pendapatan sebagai batas disebut miskin atau tidak dinaikkan menjadi US$ 1,25 - US$ 1,5 sehari atau Rp 400 ribu sebulan. Saat ini pemerintah menggunakan acuan pendapatan Rp 270 ribu per bulan sebagai batas disebut penduduk miskin.
Jika acuan baru dipakai jumlah penduduk miskin diperkirakan mencapai 35-40 persen dari total penduduk. Adapun akibat kenaikan harga BBM, penduduk miskin bisa bertambah 2,5 - 4 persen menjadi 37,5 - 44 persen dari total penduduk.
Erani menilai bantuan langsung tunai dapat meredam kenaikan jumlah penduduk miskin. "Tapi untuk jangka panjang tidak banyak membantu," ujarnya. Menurut dia peluang kenaikan BBM mengecil karena Presiden memilih menunggu sikap DPR membahas dana kompenasi dalam APBN Perubahan. "Kemungkinannya semakin kecil apalagi kalau harga minyak turun."
MARTHA THERTINA