TEMPO.CO, Surabaya- PT Pertamina Region V Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara mengancam menghukum stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang terlibat penimbunan bahan bakar minyak bersubsidi. Aksi penyelewengan BBM dikhawatirkan semakin marak menjelang kenaikan harga.
Asisten Manager External Relation Marketing Operation Region V Jatim, Bali Nusa, Eviyanti Rofraida, mengatakan sanksi tersebut bisa berupa skorsing satu minggu hingga sebulan. “SPBU juga akan diwajibkan membayar bahan bakar yang hilang dengan harga nonsubsidi,” kata Eviyanti dalam Coffee Talk, Mengurai Permasalahan Pengendalian BBM, Kamis, 2 Mei 2013.
Menurutnya, Pertamina mewaspadai modus-modus penimbunan yang biasa dilakukan. Modus itu antara lain mengisi kendaraan lalu menimbunnya untuk keperluan industri, memodifikasi kendaraan agar bisa memuat lebih banyak. Bisa juga kendaraan pengangkut BBM lebih dulu ‘kencing’ sebelum sampai di kota tujuan. “Beberapa kasus terbukti melibatkan SPBU,” kata Eviyanti.
Eviyanti mencontohkan sebuah SPBU di Tuban yang kedapatan terlibat dalam penimbunan bahan bakar. Eviyanti mengaku jika terjadi kebocoran, Pertamina yang menanggung. Padahal keuntungan terbesar Pertamina bukan di pengelolaan tapi di penjualan. Karena itu, Pertamina setuju perlunya sistem monitoring dan pengendalian BBM.
Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Jawa Timur, Airlangga mengatakan tidak mempermasalahkan pemberlakuan sanksi bagi SPBU nakal. Hanya saja, Airlangga meminta kejelasan regulasi. "Jangan cuma larang-larang, tapi juga beri solusi," ujarnya.
Soal kenaikan harga BBM, misalnya. Pemerintah, menurut Airlangga, harus segera memberikan kepastian agar tidak terjadi panik beli (rush). Hiswana Migas mengharapkan pemerintah memutuskan satu harga BBM.
AGITA SUKMA LISTYANTI