TEMPO.CO, Surabaya-Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya memperketat pengawasan lalu lintas impor ayam dan unggas di Surabaya. Hal ini menyusul merebaknya virus flu burung H7N9 di Cina.
Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini, mengatakan, sejak dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2013 tanggal 14 April 2013, pihaknya menginstruksikan penutupan pintu masuk dan keluar bagi ayam, unggas, dan produk olahannya.
Peraturan menteri ini merespons Badan Kesehatan Hewan Dunia yang melarang peredaran produk unggas, unggas hidup dan pakan dari unggas asal Cina ataupun yang transit di Cina. "Sejak peraturan itu, Karantina sudah menginstruksikan penutupan," kata Banun kepada Tempo, Kamis, 2 Mei 2013.
Larangan itu masih akan berlaku sampai Badan Kesehatan Hewan Dunia mencabutnya. Dengan demikian, diharapkan virus flu burung baru yang sudah menelan korban di Cina tidak sampai meluas ke Indonesia.
Diakui Banun, produk-produk dari Cina memang rawan mengandung bahan berbahaya. Untuk produk pangan, biasanya Karantina menggunakan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88 Tahun 2011 sebagai standardisasi penentuan ambang batas cemaran, seperti kandungan formalin, logam berat ataupun pestisida. Di Surabaya sendiri, Balai Besar Karantina Pertanian juga sudah melakukan pengawasan superketat untuk mencegah penyebaran virus H7N9.
Kepala Bidang Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Retno Oktorina, mengatakan, Karantina Surabaya membawahi 12 wilayah kerja sebagai pintu masuk impor. Antara lain Juanda, Perak, Gresik, Bawean, dan Ketapang.
Setiap ayam dan unggas yang masuk melalui pintu itu wajib dilakukan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Yaitu dengan mengambil sampel melalui trachea hewan yang bersangkutan. "Ini untuk mendeteksi ada tidaknya virus flu burung , kalau trachea hasilnya lebih valid," kata Retno.
Dalam sebulan, Retno beserta tim meneliti puluhan ayam dan unggas yang masuk ke wilayah kerja Surabaya. Pendeteksian biasanya membutuhkan waktu 1-2 hari atau bisa lebih lama karena ektraksi yang dilakukan sangat detil. Beruntung, hingga kini belum ada unggas maupun ayam yang terindikasi virus H7N9.
AGITA SUKMA LISTYANTI