TEMPO.CO, Jakarta - Neraca perdagangan bulan Maret 2013 mengalami surplus US$ 304,9 juta. Meski belum menutup defisit yang terjadi dua bulan sebelumnya sehingga secara kumulatif, Januari - Maret 2013 masih minus US$ 67,5 juta, angka itu mampu membangkitkan optimisme pemerintah.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada periode Januari - Maret mencapai US$ 45,39 miliar. "Kalau dikali empat, (maka nilai ekspor) akan ada di kisaran 190 miliar. Tapi dengan kemungkinan peningkatan ekspor maka kita bisa cukup optimis, sasaran kita di 200 miliar dollar akan tercapai," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Kamis 2 Mei 2013.
Bayu menjelaskan, volume ekspor nonmigas pada triwulan pertama 2013 masih mengalami peningkatan sebesar 16,1 persen meski nilainya turun 3,3 persen. Artinya, penurunan nilai ekspor lebih disebabkan oleh merosotnya harga berbagai komoditas. Beberapa produk Indonesia yang mengalami penurunan harga antara lain sawit, karet dan produknya, mesin, batu bara, produk kimia, dan kertas.
"Permintaan global terhadap produk nonmigas Indonesia masih mengalami peningkatan. Namun, nilainya mengalami tekanan akibat melemahnya harga beberapa komoditas utama Indonesia di pasar dunia," ujar Bayu.
Negara tujuan ekspor nonmigas yang memiliki pencapaian nilai ekspor terbesar selama triwulan pertama 2013 secara berurutan adalah Cina dengan nilai US$ 5,1 miliar, Jepang (US$ 4,1 miliar), Amerika Serikat (US$ 3,8 miliar), India (US$ 3,2 miliar), Singapura (US$ 3,0 miliar), Malaysia (US$ 1,9 miliar), Korea Selatan (US$ 1,6 miliar), Thailand (US$ 1,4 miliar), Belanda (US$ 1 miliar), serta Filipina (US$ 1 miliar). Sepuluh pasar ekspor utama tersebut berkontribusi sebesar 69,7 persen dari total ekspor nonmigas.
PINGIT ARIA