TEMPO.CO, Sidoarjo - Sekitar 300 aparat Kepolisian Resor Sidoarjo dikerahkan untuk mengamankan perbaikan tanggul lumpur Lapindo yang sedang dikerjakan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sejak Jum’at pagi, 10 Mei 2013.
Kapolres Sidoarjo Ajun Komisaris Besar Marjuki menjelaskan, aparat disebar pada tiga titik tanggul yang dianggap rawan terjadi gesekan sosial, yakni di titik 21, 35, dan titik 41. Pengamanan dilakukan selama 24 jam penuh hingga batas waktu yang belum ditentukan. “Mereka bekerja dengan pola shift. Ya, harus bergantian. Kasihan kalau harus bekerja sepanjang hari,” katanya.
Menurut Marjuki, apabila kondisi sudah dinilai aman, dan perbaikan tanggul yang dilakukan BPLS berjalan lancar tanpa gangguan warga, maka jumlah personil polisi yang ditugaskan akan dikurangi secara bertahap, hingga menyisakan 100 orang. “Kami sesuaikan dengan kondisi keamanan di lapangan,” ujarnya.
Humas BPLS Dwinanto mengatakan, perbaikan tanggul baru bisa dilakukan lagi sejak dihentikan oleh warga pada 13 Maret lalu. Tahap awal difokuskan pada penguatan tanggul yang sedikit jebol di titik 41, juga mengurangi elevasi air lumpur di titik 34.
Kondisi tanggul di titik 41, kata Dwinanto, sejak Senin lalu sangat kritis. Air meluber melewati tanggul yang tingginya 11 meter. BPLS terpaksa menambah ketinggian tanggul satu meter lagi agar air tidak meluber keluar.
Dwinanto juga menjelaskan, selain perbaikan tanggul, BPLS mengeluarkan air lumpur dari kolam utama di titik 34. Air dialirkan menuju kolam penampungan (pond) di sebelah selatan, yang masuk Desa Kedungcangkring dan Desa Besuki. "Air dialirkan melalui pipa baja yang melintasi titik 34 hingga titik 36,” ucapnya.
Dari pond tersebut, air kemudian dialirkan lagi ke Kali Porong menggunakan dua unit pompa generator dengan kapasitas 0,5 meter kubik per detik. Namun, diakui Dwinanto, pengaliran air ke Kali Porong tidak bisa maksimal karena pekatnya air yang bercampur lumpur. "Kita masih mencari cara agar air yang mengalir ke Kali Porong bisa lebih lancar," tutur Dwinanto.
Salah seorang korban lumpur Lapindo yang mendirikan tenda terpal di titik 42, Djuwito, hanya bisa pasrah melihat ratusan aparat kepolisian dan BPLS menggarap tanggul titik 41. Dia mengaku kecewa karena BPLS ingkar janji. Sebab, selama pembayaran ganti rugi belum lunas, tidak boleh ada aktivitas perbaikan tanggul oleh BPLS. "Saya, ya, jadi gopoh. Sesuai kesepakatan, tidak boleh kerjakan tanggul," kata Djuwito.
DIANANTA P. SUMEDI