TEMPO.CO, Jakarta -Para penggila bola tim sepak bola Eropa sudah ada bertahun-tahun lalu ada di Indonesia, khususnya Jakarta. Dahsyat nian polah maniak sepak bola Jakarta. Majalah Tempo edisi April 2003 mengulas soal kegilaan ini. Segunung duit pun tak mampu memuaskan rasa dahaga mereka.
Lihat cerita Caroline L. Kindangen sepuluh tahun lalu. Invasi pasukan Amerika dan sekutunya ke Irak membenamkan Caroline pada sebuah kekecewaan. Gara-gara peristiwa itu, perempuan semampai dan cantik ini terpaksa menunda kepergiannya ke Italia. Padahal semua rencana sudah dipersiapkan matang-matang. Barang-barang yang akan dibawanya sudah didaftar: kamera, spidol, dan kostum AC Milan, klub kebanggaannya. Lo, kok?
Kepergiannya kali ini memang berbeda dengan yang kerap dilakukannya. Perempuan yang biasa dipanggil Kay ini punya agenda khusus. Bersama 14 orang lainnya, dia akan pergi ke Milan bukan untuk menonton pertunjukan mode melainkan untuk menyaksikan kiprah idolanya, Paolo Maldini dan Allesandro Nesta, dua pilar AC Milan, beraksi di lapangan. Syukur-syukur, ehm, bisa mengajaknya makan malam.
Tapi, ya, itu tadi, gara-gara hujan pelor dan bom di Irak, bayangan indah itu untuk sementara harus dipendam. "Begitu urusan visa selesai, kami langsung berangkat. Kira-kira akhir April atau awal Mei," ujar Entong Nursanto, penyelenggara acara nonton bareng ke Milan.
Entong, pemimpin umum majalah Liga Italia, memang tak sedang sekadar menghibur Kay. Memberangkatkan rombongan untuk pergi ke Italia bukan pekerjaan yang pertama kali dilakukannya. Sebelumnya, selama dua tahun berturut-turut dia sudah membawa belasan orang pergi ke negeri spaghetti itu. Tahun lalu rombongannya pergi ke Parma, menyaksikan kelincahan midfielder AC Parma asal Jepang, Hidetoshi Nakata.
Pergi menonton sepak bola langsung di Italia secara bersama-sama memang fenomena baru di kalangan publik penggila sepak bola di negeri ini. Berbeda dengan turis sepak bola asal Jepang, misalnya, yang pergi ke negeri seberang untuk menyaksikan bintang asal negerinya, para maniak bola negeri ini bepergian ke Eropa semata untuk memanjakan mata dan merasakan aura yang takkan mungkin dikecapnya dalam pertandingan sepak bola di televisi.
Biaya untuk itu tidaklah murah. Untuk bisa melenggang ke Milan, tahun ini mereka dipungut biaya sekitar Rp 30 juta. Cuma orang yang punya duit lebih, memang, yang bisa menonton pertandingan sepak bola sambil berpelesir. Adinda Dyah Paramitha, 16 tahun, anak SMU, termasuk yang beruntung. Dibiayai orang tuanya, dia pun ikut dalam tur ke Italia ini. "Aku pingin melihat Shevchenko (striker Milan)," tuturnya.
Menurut kalkulasi Entong, dengan jumlah duit yang kurang-lebih sama jumlahnya dengan ongkos naik haji itu, peserta mendapatkan fasilitas penginapan selama sepekan di hotel berbintang, biaya tiket pesawat pulang-pergi, akomodasi, dan tiket VIP menonton untuk dua kali pertandingan, masing-masing pertandingan di Liga Italia dan Liga Champion. "Jadi, harga itu tidaklah mahal," kata Entong.
Sebagai penggila bola, Kay setuju dengan Entong. "Kalau nonton di televisi mah biasa. Tapi saya ingin bertemu langsung dengan pemain," kata perempuan kelahiran Sukabumi itu. Dia merelakan bonus tahunannya dihabiskan demi hobinya itu. "Seandainya tak ada bonus, saya tetap bela-belainlah. Mungkin pakai tabungan," katanya serius.
Kay memang tergolong salah satu dari sedikit cewek yang gila bola. Ruang tamunya di rumahnya di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, penuh dengan pernak-pernik sepak bola. Tak cuma poster yang menggelendot di dinding, atau miniatur para pemain, ratusan kartu pemain top dunia pun berserakan. "Semua ini saya peroleh dari surat-menyurat," katanya bangga.
Kegilaan itu tak cuma milik penggila sepak bola Italia. Penggemar sepak bola Inggris sama saja. Bedanya, untuk pergi ke Inggris, mereka memilih berangkat sendirian. Sebabnya, tak ada pihak yang mengkoordinasinya. Satu orang yang pernah duduk di tribun Old Trafford, markas Manchester United, adalah Robin Handoko, 33 tahun. Setahun silam ia terbang ke Manchester.
Biayanya jelas mahal. Untuk ongkos jalan dan menonton dua pertandingan di sana, Robin mengaku menghabiskan uang Rp 30 jutaan. Uang itu tak lain tabungannya selama lima tahun. Alhasil, sepulang ke Indonesia, Robin pun kehabisan duit dan memulai lagi dari nol. Tapi, "Saya enggak ada masalah dengan itu. Buat sebagian besar orang, mungkin ini gila. Tapi saya lakukan itu," katanya. Simak edisi khusus fans bola Eropa di Indonesia mulai Sabtu 11 Mei 2013.
IRFAN BUDIMAN
Terhangat:
Teroris | E-KTP | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
EDSUS LAINNYA:
Gaya Sosialita
Preman Jogja
Skandal Pencurian Pulsa
Guru Spiritual Seleb