TEMPO.CO, Jakarta- Para pedagang kaki lima stasiun kereta api se-Jabodetabek menuntut kejelasan desain penataan ulang stasiun dari PT Kereta Api Indonesia. Alasannya, ketika PT KAI menggusur para pedagang kaki lima dari peron dan lahan stasiun, pada saat yang bersamaan malah membiarkan pembangunan peritel besar dan waralaba.
Koordinator Pedagang StasiunJabodetabek, Sri Wahyuni, mengungkapkan beberapa stasiun yang tetap mempertahankan keberadaan peritel dan pewaralaba. Seperti di sebelah barat jalur 12 Stasiun Jakarta Kota, ada kursi dan meja dari salah satu restoran cepat saji. “Jika ditarik garis lurus, sudah melebihi daerah peron,” kata Sri di Jakarta, Ahad, 12 Mei 2013.
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta selaku juru bicara Persatuan Penggiat Usaha Stasiun se-Jabodetabek menuntut KAI agar melakukan keterbukaan informasi kepada publik soal penggusuran kios pedagang, penghapusan KRL Ekonomi dan bentuk pelayanan penumpang. “Kami minta kejelasan,” kata Juru Bicara LBH Jakarta Tommy Tobing.
Pihaknya juga mengajukan empat tuntutan kepada PT. KAI. Yakni keterbukaan laporan tahunan 2007 sampai 2012, penjelasan desain dan konsep menyeluruh tentang penataan ulang stasiun se-Jabodetabek, landasan hukum dan profil anak perusahaan PT. KAI. Anak perusahaan tersebut, kata dia, adalah PT. Kereta Commuterline Jabodetabek dan PT. Reska Multi Usaha. “Juga mekanisme perjanjian antara PT. KAI dengan anak perusahaannya,” kata Tommy.
GALVAN YUDISTIRA