TEMPO.CO, Makasar - Sekolah musik klasik kini merambah ke mana-mana. Di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, atau Medan, sekolah musik bahkan menjamur. Kita dapat dengan mudah menemukan sekolah musik di pusat perbelanjaan, misalnya.
Biasanya, peserta sekolah musik berasal dari balita hingga remaja belasan tahun. Tapi nyatanya, tidak semua anak itu mempelajari musik karena kemauan sendiri. "Banyak dari mereka yang terpaksa ikut karena kemauan orang tua," kata pianis ternama, Ananda Sukarlan, Ahad, 12 Mei 2013.
Dalam Seminar Musik yang Edukatif dan Imaginatif di Grazioso Music School, Makassar, Ananda bercerita soal ambisi orang tua akan anak jenius musik. Musik klasik memiliki potensi besar di Indonesia. Soalnya banyak orang tua yang berduit, menginginkan anak mereka bergelut dalam dunia itu. Alasannya, ingin pamer anak mereka dapat memainkan komposisi Bach atau Beethoven.
Fenomena ini pun dijadikan peluang bisnis bagi sekolah musik yang tak sehat. Mereka mau menerima anak tak berbakat musik, asal orang tua mampu membayar. "Alih-alih anak diajarkan teknik dasar bermain piano, mereka dipaksa menghapal sejumlah musik Bach, Beethoven, atau Mozart, selama berbulan-bulan," ujar Ananda.
Dalam kurun waktu satu tahun, kata Ananda, anak memang dapat memainkan Prelude Bach atau Sonata Mozart. Tapi setelahnya, ia akan membenci musik, terutama piano. "Sebab anak itu dipaksa belajar musik, bukan karena ia suka."
CORNILA DESYANA
Topik Terhangat
PKS Vs KPK | Edsus FANS BOLA | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Terpopuler
10 Langkah Mengelola Diabetes
Lingkar Perut Tentukan Hidup Perempuan
Udara Kotor Naikkan Risiko Resistensi Insulin
Makanan Berlemak Bikin Tubuh Letih