TEMPO.CO, Jakarta - Jajak pendapat akan dilakukan jika pembahasan Qanun Bendera Aceh antara pemerintah pusat dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tidak menemui kesepakatan. “Kami ingin masyarakat Aceh yang membuat keputusan,” kata anggota DPRA Abdullah Saleh saat dihubungi Tempo, Senin 20 Mei 2013.
Pemerintah pusat dan delegasi Aceh yang terdiri dari perwakilan pemerintah provinsi serta DPRA pada 17 Mei lalu kembali mengadakan pertemuan membahas sejumlah butir klarifikasi qanun di Makassar. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut atas pembahasan yang dimulai sejak 13 April lalu.
Baca Juga:
Sepanjang pembahasan, kedua pihak baru menyetujui dua butir klarifikasi, yakni penghapusan konsideran yang mencantumkan MoU Helsinki, serta penghapusan ayat yang mengatur pengumandangan adzan dalam pengibaran bendera pada pada Qanun Aceh nomor 3 tahun 2013 itu.
Menurut Abdullah, tidak ada kemajuan berarti dalam pertemuan di Makassar. Baik pemerintah pusat yang diwakili Kementerian Dalam Negeri maupun Delegasi Aceh masih bertahan dengan pendirian masing-masing. “Pemerintah pusat masih meminta agar kami mengganti bendera yang sudah diatur dalam qanun, tapi kami juga tidak bisa begitu saja mengikuti permintaan itu,” ujarnya.
Meski begitu dia mengakui kedua pihak sudah sama-sama satu visi. “Persoalan bendera ini sudah tidak lagi dikaitkan dengan kekhawatiran dan kecurigaan terhadap gerakan separatisme,” katanya.
Sedangkan hambatan yang ditemui dalam pembahasan ini adalah argumen yang disampaikan Delegasi Aceh, bahwa qanun ini dibuat atas dasar kehendak masyarakat Aceh. “Jadi kami tidak bisa begitu saja mencabut qanun,” kata Abdullah.
Dia memaparkan, selama masa penyusunan qanun, berbagai elemen masyarakat Aceh ikut terlibat. Pemerintah provinsi atau DPRA pun transparan kepada masyarakat dalam proses ini. “Jadi bisa dibilang, Qanun Bendera Aceh adalah kehendak dan keputusan masyarakat Aceh,” ujarnya.
“Kalau memang pemerintah pusat berniat membatalkan qanun ini, cara yang bisa dilakukan adalah dengan jajak pendapat. Kita harus mengembalikan keputusannya kepada masyarakat. Tapi cara itu adalah pilihan paling akhir, jika pembicaraannya mentok,” katanya.
Pada 23 Mei esok, Kementerian Dalam Negeri kembali mengagendakan pertemuan dengan Delegasi Aceh untuk membahas Qanun Bendera di Bogor. “Kita lihat saja nanti hasil dari pertemuan di Bogor apa,” ujar Abdullah.
PRAGA UTAMA
Topik terhangat:
PKS Vs KPK | E-KTP | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Berita lainnya:
Sopir Fathanah Mengaku Serahkan Duit kepada Luthfi
Peneliti Remaja Indonesia Borong 3 Medali Emas
Nyalon DPD, Istri Roy Suryo Saingi Ratu Hemas?