TEMPO.CO, Jakarta-Olahraga mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan, untuk meningkatkan kebugaran dan daya tahan tubuh. Namun, bila dilakukan dengan salah, berolahraga juga berisiko cedera.
Menurut Andi Kurniawan, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, selama ini telah terjadi salah kaprah di masyarakat dalam penanganan cedera. Anggapan umum yang berkembang, bila terjadi cedera harus dipanasi dengan mengolesi balsam, setelah itu diurut. “Padahal ini semakin memperberat dan memperlama waktu sembuh,” ujarnya kepada Tempo, pekan lalu.
Ia menyarankan penanganan RICE atau rest and ice, istirahat dan mengompres dengan es. Jaringan yang cedera harus segera diistirahatkan. Lalu berikan ice atau es, dengan kompres dingin. “Jadi bukan yang panas-panas,” katanya. Pemberian es berguna untuk menyempitkan pembuluh darah pada jaringan yang cedera. Bagian yang cedera disentuhkan dengan ice bag atau bisa juga es dibungkus plastik atau handuk.
Menurut Andi, robekan pada pembuluh darah menyebabkan darah keluar sehingga menimbulkan pembengkakan. Sehingga bila diberikan yang hangat pembuluh darah justru akan semakin terbuka lebar dan membengkak lebih besar lagi.
Es juga berfungsi sebagai anti peradangan. Saat cedera, ada sel-sel dalam tubuh yang keluar, menyebabkan nyeri dan peradangan. Nah, es bisa menekan pengeluaran sel-sel saat peradangan.
Setelah itu, Andi menyarankan pengompresan. Caranya, bebat bagian yang luka dengan kain elastis untuk mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. Dan terakhir dengan elevasi, yakni dengan mengangkat bagian tubuh yang cedera lebih tinggi dari posisi jantung. “Ini untuk memudahkan aliran darah menjauhi tempat yang luka,” katanya.
Penanganan cedera ini dilakukan dalam tempo 72 jam pertama atau 3 hari sejak terjadinya cedera. Pemberina kompres es selama 15-20 menit diulang 2-3 jam sekali. “Semakin sering dikompres semakin bagus,” katanya.
IQBAL MUHTAROM