TEMPO.CO, Surabaya - Mantan Irjen Mabes TNI Letnan Jenderal Djaja Suparman tak terima dituduh korupsi. Meski pada 13 Mei 2013 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya menolak seluruh eksepsi Djaja dan memerintahkan sidang dilanjutkan, Djaja bergeming. Dia mengaku sedang menunggu surat balasan dari Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. Sebelum ada balasan, Djaja tak mau sidang berlanjut.
Kasus dugaan korupsi yang menjerat Djaja terjadi pada 1998 silam. Ketika menjabat sebagai Pangdam Brawijaya, Djaja menerima permintaan ruislag lahan dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP). Perusahaan itu mau membangun jalan simpang susun bebas hambatan dari Waru, Sidoarjo hingga Tanjung Perak, Surabaya. Kebetulan tanah Kodam Brawijaya seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Kecamatan Wonocolo, Surabaya akan dilalui proyek itu.
PT Citra Marga pun setuju mengganti tanah Kodam dengan hibah Rp 17,4 miliar. Uang pun diserahkan. Tapi Djaja Suparman tak menyetorkan dana hasil tukar guling tanah negara itu ke kas Kodam. Dia malah mengelolanya sendiri. Djaja menyuruh orang kepercayaannya Dwi Putranto untuk mengurus jual beli tanah itu. Pembayaran dilakukan melalui cek sebanyak empat kali, pada Februari-April 1998.
Dengan uang itu, menurut temuan Oditur, Djaja merenovasi gedung lantai III Markas Kodam Brawijaya, merehab markas Batalyon Kompi C Tuban, membangun gedung perwakilan Kodam Brawijaya di Jakarta, merehab gedung Persit, merenovasi kantor Yayasan Kartika Jaya, Balai Kartika, dan memasang pagar di balai tersebut. Djaja juga membeli tanah di Pasrepan, Pasuruan, Jawa Timur seluas 20 hektar.
Total dana yang habis untuk berbagai keperluan itu sekitar Rp 4 miliar. Sisanya, Rp 13 miliar lebih, dipakai dan dikelola sendiri oleh Djaja. Oditur sudah mengantongi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tindakan Djaja itu menyimpang.
Dalam eksepsinya, Djaja menolak semua dakwaan oditur. Dia menilai sidang atas dirinya melanggar hukum karena melanggar tenggat pelimpahan perkara. Mantan Pangkostrad ini mengaku sudah disidik sejak 2009, tapi baru diadili empat tahun kemudian. Selain itu, Djaja juga berkilah bahwa kasus ini tak merugikan negara karena PT Citra Marga adalah perusahaan swasta. Dia minta kasus ini diselesaikan secara perdata di pengadilan negeri saja.
Djaja juga menuduh proses pengadilannya cacat hukum karena perwira penyerah perkara dalam kasusnya adalah KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Padahal, dia mengaku jabatan terakhirnya adalah Irjen Mabes TNI, sehingga seharusnya perwira yang menyerahkan perkara adalah Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.
Semua keberatan itu sudah ditolak Ketua Majelis Hakim Letjen Hidayat Manao. Tapi Djaja tetap terus melawan dan tak mau sidang dilanjutkan sampai ada penjelasan dari Panglima TNI. Sikap ngotot Djaja sempat membuat Hidayat emosional. Hidayat meminta agar Djaja menghormati Panglima TNI dan KSAD selaku atasan serta tidak asal main tuduh bahwa keduanya melanggar prosedur. "Saya memang dulu anak buah Bapak. Tapi di sini saya ketua majelis, punya kewenangan menahan Bapak," kata Hidayat dengan nada tinggi.
KUKUH S WIBOWO
Berita Terpopuler:
Kronologi Pemotongan 'Burung' oleh Gadis Bercadar
Ditanya Soal Darin Mumtazah, Luthfi Melirik
Gadis Bercadar Potong 'Burung' dengan Cutter
Petinggi PKS Temui Din Syamsuddin
Tiga Pelajar SMP Gagalkan Pemerkosaan oleh Tukang Ojek