TEMPO.CO, Bogor - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas memuji ketaatan kader Partai Keadilan Sejahtera terhadap pimpinannya. Tapi, ia memberi catatan, meski taat, kader-kader PKS kurang kritis pada pimpinannya dalam kasus korupsi kuota impor daging sapi yang menimpa bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
"Sistem kaderisasi partai ini ditengarai oleh sebagian pengamat mampu menciptakan ketaatan yang nyaris tanpa sikap kritis pada pimpinannya, sehinga terjadi pembelaan yang masif," ujar Busyro pada wartawan dalam perjalanan menuju Sukabumi, Jumat, 24 Mei 2013.
Saking tidak kritisnya, kader PKS tidak memahami aspek teoritis dari tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Aspek teoritisnya bahwa penerapan TPPU harus berdasar dan didahului dengan terbuktinya predicate crime-nya atau tindak pidana korupsinya. Itu tidak bisa langsung ke TPPU," kata Busyro.
Busyro mengingatkan bahwa memprotes langkah KPK menjerat Luthfi dengan pencucian uang berarti juga memprotes DPR. "Karena anggota DPR semua partai politik yang menyusunnya, merumuskannya. Untuk apa TPPU itu dibuat undang-undang kalau tidak diterapkan. Soal terbukti atau tidak, nanti di pengadilan," kata Busyro.
Ia mengimbuhkan, tidak ada gunanya juga bagi kader PKS untuk memusuhi KPK. "KPK itu sebuah lembaga negara. Jadi tidak ada gunanya. Kalau memusuhi KPK, ya memusuhi lembaga negara," katanya.
Selanjutnya, mantan Ketua Komisi Yudisial ini menyebut bahwa kader harusnya sadar bahwa PKS bukan partai malaikat. Konsekuensinya, sebagai manusia ada kemungkinan berbuat salah. Bagi partai, terutama PKS yang bertemakan keadilan, harus menegakkan keadilan pada dirinya sendiri.
Ia khawatir, jika protes secara masif kepada KPK terus dilakukan, maka bisa terjadi delegitimasi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap PKS. "Kalau di parpol ada tokohnya yang salah, ya sudah biarkan saja. Proses pengadilan yang harus dihormati," katanya.
FEBRIANA FIRDAUS