TEMPO.CO , Jakarta:Komisaris Jenderal (Purnawirawan) Fajar Prihantoro membantah menerima uang dari rekanan untuk memuluskan proyek alat uji simulator kemudi di Korp Lalu Lintas Polri, 2011. Dia mengaku baru mengetahui adanya permainan dalam proyek tersebut setelah bermasalah dan ramai diberitakan.
"Saya tidak pernah menerima. Saya juga tidak mengenal dan tidak pernah bertemu yang namanya Sukotjo Bambang maupun Budi Santoso," kata Fajar kepada Tempo, Sabtu, 24 Mei 2013.
Kucuran uang yang mengalir ke Inspektur Pengawasan Umum Polri dibeberkan oleh Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia --subkontrak proyek simulator-- Sukotjo S Bambang di dalam persidangan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat malam, 23 Mei 2013. Sukotjo mengatakan pernah menyetorkan uang Rp 1 miliar kepada Irwasum Fajar Prihantoro pada 14 Maret 2011.
Menurut Sukotjo, uang itu diberikan atas perintah Ketua panitia lelang proyek simulator, Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi --rekanan proyek-- Budi Santoso. "Supaya proyek ini tetap lancar," kata Sukotjo di dalam sidang.
Fajar berkelit. Dia berujar, dirinya baru menjabat Irwasum pada 14 Maret 2011, meskipun Surat Keputusan jabatan Irwasum terbit dua hari sebelumnya. Fajar mengatakan, saat itu dia baru menggelar serah terima jabatan Irwasum dari Komisaris Jenderal Nanan Sukarna, sekarang Wakil Kepala Polri.
"Orang bisa saja bicara begitu. Tetapi bagaimana mungkin saya menerima (uang), saat itu saya baru serah terima jabatan," kata Fajar. Dia menambahkan, hari itu, sekitar pukul 14.00 WIB, dirinya langsung pulang kantor. Sejam kemudian, dia balik lagi mengikuti acara ramah tamah pisah sambut Irwasum.
Fajar juga mengatakan tidak mengenal Teddy Rusmawan. Sebab bukan bawahannya dan panitia lelang tidak bertanggung jawab ke Inspektorat Pengawasan Umum.
Rasuah simulator kemudi ini menyeret empat tersangka; mantan Gubernur Akademi Polisi Djoko Susilo, bekas Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Sukotjo dan Budi Santoso. Kasus Djoko lebih awal disidangkan.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Djoko telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 32 miliar, serta memperkaya orang lain dan korporasi sehingga merugikan negara mencapai Rp 144 miliar. Proyek berbiaya Rp 196 miliar diduga telah dimarkup.
Adapun Fajar mengetahui proyek tersebut bermasalah setelah menjabat Irwasum. Laporan bahwa rekanan proyek merupakan pabrik botol disikapi Fajar dengan membentuk tim penilai dipimpin oleh Inspektur Khusus, Brigadir Jenderal Achmad Sukri Pasaribu. Hasil penilaian tim Sukri, kata Fajar, rekanan proyek benar adalah pabrik botol.
"Hasilnya kami sampaikan kepada Kapolri untuk ditindaklanjuti," kata Fajar.
Sebelum Sukri, Fajar membenarkan adanya tim penilai pre-audit --di era Nanan menjabat Irwasum-- dipimpin oleh Brigadir Jenderal Wahyu Indra Pramugari. Temuan tim Wahyu, rekanan proyek memenuhi syarat dengan beberapa catatan. "Jadi bisa dimenangkan dengan catatan. Tetapi catatan itu yang tidak dipenuhi," kata Fajar.
RUSMAN PARAQBUEQ
Berita Terpopuler
Darin Mumtazah Pernah Nunggak Bayar Sekolah
Pasang CCTV, Malah Lihat Pacarnya Berselingkuh
Jokowi: Rumah Dinas Lurah dan Camat Akan Dicabut
Terhangat:
Kisruh Kartu Jakarta Sehat | Menkeu Baru | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah