TEMPO.CO, Palembang - Pengusaha pertambangan timah rakyat di Kepulauan Bangka Belitung mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membenahi sistem pertambangan di kepulauan itu. Mereka menilai, saat ini hasil pertambangan dari Bangka Belitung belum menyejahterakan rakyat setempat.
“Bahkan tak jarang kesenjangan ekonomi menjadi pemicu munculnya gejolak sosial yang berujung pada tindak anarkis antar warga dan pemilik pertambangan besar,” kata Ketua Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada) Bangka Belitung, Johan Murod, Rabu, 29 Mei 2013.
Sebagai solusinya, Astrada meminta Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan menteri (Permendagri) yang melegalisasi keberadaan Tambang Inti Rakyat (TIR). "Perusahaan pertambangan sebagai Inti dan Tambang Rakyat sebagai Plasma. Mereka nantinya membina Tambang Rakyat di WIUP-nya 40 persen dari luas WIUP perusahaan pertambangan," kata Johan Murod ketika dihubungi dari Palembang.
Sebagai bentuk keseriusannya, Astrada akan menggandeng Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam menciptkan kajian ilmiah terkait pembentukan TIR. Sebagai kajian awam dan berdasar pengalaman selama bertahun-tahun di dunia Pertimahan, menurut Johan Murod TIR dapat mensejaterakan rakyat serta menghindari kecemburuan sosial. "Selain itu kelestarian lingkungan akan terjaga karena lahan pasca tambang akan diberdayakan menjadi Agro Bisnis & Agro Wisata," ujar Johan.
Asosiasi Tambang Rakyat Daerah atau Astrada Bangka Belitung merupakan gabungan dari ribuan petambang rakyat yang selama ini bermitra dengan sejumlah perusahaan swasta dan juga BUMN. Pertengahan Agustus mendatang seluruh anggota Astrada akan mengadakan kongres di Pangkal Pinang, Bangka Belitung untuk menguatkan desakan mereka menuntut perbaikan sistem kemitraan antara petambang rakyat dan pebisnis besar.
Sekretaris Asosiasi Tambang Timah Indonesia, Hendra Appolo membenarkan jika rakyat di Bangka Belitung belum sepenuhnya mampu bergantung hidup pada produksi timah. Selain harga pembelian perusahaan yang masih murah, dia juga menilai Perusahaan sekelas PT Timah tidak memiliki industri hilir yang dapat merangkul rakyat sebagai mitra atau pekerja.
"Perusahaan besar itu berbeda dengan smelter-smelter (usaha peleburan) disini. Kalau smelter itu mereka tidak semata usaha timah tetapi ada usaha lain untuk menghidupi rakyat seperti kebun dan pabrik sawit," kata Hendra Appolo. Terkait itu, dia mendesak agar pemerintah pusat dapat turun tangan membenahi sistem produksi dan pengolahan timah di Bangka. "Banyak usaha rakyat disini yang kolaps akibat akibat kemitraan yang tidak saling menguntungkan."
PARLIZA HENDRAWAN