TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat belum menetapkan besaran anggaran yang akan di pangkas pada Badan Pusat Statistik (BPS). Wakil Ketua Komisi Keuangan Andi Rahmat mengatakan masih akan mempertimbangkan untuk tidak melakukan pemotongan anggaran sebesar Rp 238 miliar.
"Ini dengan mempertimbangkan efek kinerja secara keseluruhan," ucapnya saat Rapat Dengar Pendapat di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu Malam, 29 Mei 2013.
Sesuai dengan surat Menteri Keuangan nomor S-339/MK.02/2013 mengenai Kebijakan Penghematan dan Pengendalian Belanja Kementerian Negara dan Lembaga (K/L) 2013, pemotongan anggaran terhadap anggaran seluruh (K/L) sebesar Rp 24,6 triliun. Optimalisasi anggaran BPS untuk memenuhi kebutuhan pemerintah tersebut telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 238,53 miliar.
BPS mengakui jika pemotongan anggaran sebesar itu, maka akan menghentikan seluruh kelanjutan aktivitas survei di BPS. Untuk itu Komisi Keuangan saat ini belum bisa memutuskan besaran pagu terakhir BPS. "Akan kita putuskan setelah Badan Anggaran menyelesaikan postur RAPBNP 2013," kata Andi.
Kepala BPS Suryamin menyatakan jika pemotongan anggaran dilakukan pada Program Penyediaan dan Pelayanan Informasi Statistik (PPIS) dampaknya sangat besar. Semua data dan statistik yang digunakan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan, seperti angka kemiskinan, angka pengangguran, inflasi, PDB, dan lain sebagainya tidak akan dapat dihasilkan. "Kegiatan yang kita angkat itu memang data yang ditunggu," ucapnya pada kesempatan yang sama.
Suryamin menuturkan pagu anggaran BPS tahun 2013 dikelompokkan dalam empat program. Antara lain Program PPIS, potensi optimalisasi yang berasal dari seluruh kegiatan survei yang diberhentikan, diperoleh optimalisasi sebesar Rp 131,6 miliar.
Kedua, Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur (PPAA). Menurut Suryamin tidak terdapat potensi pemotongan karena menunjang kegiatan pengawasan internal, diklat subtantif dan penjenjangan auditor, serta pendampingan auditor eksternal.
Program berikutnya, Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur (PSPA). Potensi optimalisasi direncanakan sebesar Rp 6,57 miliar yang bersumber dari BPS Pusat Rp 2,56 miliar dan BPS Daerah Rp 4,01 miliar. "Yang pusat berasal dari penundaan kegiatan pengadaan peralatan, sementara daerah dari sisa optimalisasi pembangunan gedung serta penundaan kegiatan rehabilitasi gedung," ucapnya.
Yang terakhir, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya BPS (DMPTTL). Didominasi belanja pegawai dan masih terdapat potensi kekurangan belanja operasional perkantoran pada Belanja Langganan Daya dan Jasa sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pemotongan.
LINDA TRIANITA
Topik Terhangat:
Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah
Berita Terpopuler:
Jadi Tersangka, Farhat Abbas Dicoret sebagai Caleg
Jokowi Berpeluang Jadi Calon Presiden dari PDIP
Dokter: 'Burung' Muhyi Tak Bisa Disambung Lagi
Bertemu Ganjar, Bibit Teringat Pesan Mega
Cara KPK Sindir Darin Mumtazah