TEMPO.CO, Jakarta - Tim psikolog yang dibentuk oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum menemukan satu saksi pun yang bersedia untuk datang memberikan keterangan di Pengadilan Militer. Padahal ada 42 saksi yang diperiksa dalam kasus itu. Sebenarnya ada 43 saksi, tetapi satu saksi tidak melihat langsung kejadian itu. Yaiitu Kepala LP saat itu Sukamto Harto.
LPSK sudah mengusulkan telekonferensi ke Mahkamah Agung. Namun usulan itu belum ada jawabannya. "Kami melakukan identifikasi terhadap saksi. Siapa sih yang mau dilibatkan dalam kasus ini. Mereka menghadapi masalah hukum sendiri," kata anggota LPSK Inspektur Jenderal (urnawirawan) Teguh Soedarsono.
Tim psikolog dari beberapa perguruan tinggi dan rumah sakit terdiri dari 18 orang yang menangani 42 saksi secara psikologis. Saksi itu terdiri dari 31 tahanan dan 11 pegawai LP. Sentuhan-sentuhan dan cara pendekatan kepada para saksi dilakukan. Gunanya untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan para saksi mendapatkan pendampingan psikologis.
Secara intensif, kata dia, ada 16 orang yang sampai saat ini membutuhkan pendampingan psikologis. Sebab, mereka sangat trauma dengan kejadian penembakan brutal oleh anggota Kopassus itu. Karena mereka mengalami dan melihat langsung kejadian itu.
Pada Senin 3 Juni 2013, tim psikolog akan melakukan assesment (pendampingan) untuk menghadapi persidangan yang terpaksa melibatkan mereka. Dijadwalkan, para psikolog melakukan sepuluh kali pertemuan dengan para saksi. Setiap pertemuan rata-rata selama enam jam.
Penggunaan telekonferensi sangat dibutuhkan. Jika saksi langsung hadir dalam persidangan, dikhawatirkan kesaksian justru nilainya berkurang karena ada tekanan psikologis saksi.
MUH SYAIFULLAH
Topik terhangat:
Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha |Fathanah
Baca juga
EDSUS GENG MOTOR
Calon Kapolri Bocor, Kompolnas Protes Komnas HAM
Adik John Kei Tewas Ditembak
Inter Dibeli Erick Thohir, Ini Komentar Zanetti
SBY Dapat World Statesman Award, Beri 4 Janji