Tempo.co - Mendengar Manila disebut, yang terbayang adalah suasana ibukota layaknya Jakarta dengan segala kemacetan dan polusinya. Hingga saatnya saya mengunjungi ibukota Filipina tersebut bulan lalu dan menginap di kawasan Makati. Bayangan awal tadi pupus.
Makati adalah pusat bisnis dari Manila –laiknya segi tiga emas Jakarta - dengan luas sekitar 28 kilometer persegi. Mendarat di Minggu pagi dan check-in hotel pukul 7.00, saya bisa melihat bagaimana trotoar di sepanjang Makati disapu dan disiram air sabun. Trotoarnya bebas dari para penjual makanan kaki lima. Para pejalan kaki melenggang nyaman.
Para penyeberang berjalan tertib di trotoar yang disediakan, menyeberang melalui zebra cross yang tersedia atau jembatan penyeberangan. Meski lampu lalu lintas bertanda merah cukup lama, mereka sabar menunggu nyala lampu hijau. Jika ada yang melanggar, mereka yang tertib hanya tersenyum melihatnya. Para pengendara mobil pun tetap berhenti dan mempersilakan para penyeberang tak sabaran itu.
Di beberapa titik di Makati terdapat taman-taman yang tidak terlalu besar tetapi cukup menambah kenyamanan terutama di siang hari yang terik. Keteduhan ditambah tanaman di pinggir jalan maupun tanaman pemisah jalan. Polisi terlihat berjaga-jaga di setiap sudut kawasan lengkap dengan senapan.
Sebagai kawasan bisnis, Makati sibuk dengan aktivitas para pebisnis. Hotel-hotel yang tersebar pun membukukan tingkat okupansi yang tinggi di hari kerja. Harga yang ditawarkan saat akhir pekan lebih murah dan kadang disertai beragam promo semisal dua malam bayar dan malam ketiga gratis.
Kemacetan memang ada di Makati, terlebih pada hari kerja di sejumlah ruas utama. Taxi dapat dijumpai dengan mudahnya dimana antrian menunggu yang cukup panjang di saat jam-jam pulang kerja. Setiap masuk ke dalam taxi, jangan lupa untuk meminta sopir menyalakan argo yang dimulai dari 40 peso dan pastikan sang pengemudi tidak mematikannya di tengah perjalanan.
Di Makati juga banyak mal. Mal Greenbelt 1 hingga 5, Mal Glorietta 1 hingga 5, Landmark, SM Mal, dan Mal lainnya menjadi tempat yang di kunjungi jika tinggal di wilayah Makati. Asyiknya, antar mal terhubung dengan taman yang teduh sehingga pengunjung nyaman menyeberang dari mal ke mal.
Soal kuliner, bagi muslim yang mencari makanan halal, relatif tak ada masalah. Beda dengan di Manila yang butuh sedikit perjuangan. Di Makati dapat dijumpai beberapa restoran yang menyajikan makanan halal dengan menu makanan berasal dari India seperti New Bombay yang terdapat di Ayala center dan di beberapa food court, dari Persia seperti Persia Grill, atau bisa mencoba potato corner yang menjual kentang goreng berbumbu dengan beragam rasa seperti barbeque, keju, asam dan lainnya.
Di dalam foodcourt dapat juga ditemukan booth yang menjual beragam jus. Kelapa yang dikenal dengan nama Buko dapat dijumpai dimana-mana. Cobalah membeli buko di kedai buko fruitas yang menjual kelapa utuh, air kelapa yang sudah dikemas di dalam botol, buko shakes maupun buko smoothies (daging kelapa yang dicampur dengan buah lainnya). Pilihan lainnya adalah Fruit Magic yang menjual jus buah-buahan dengan pilihan menu yang rata-rata mencampur lima pilihan buah dengan warna berbeda.
Jika berkunjung ke Makati di hari Minggu, mampirlah ke Legazpi Sunday market yang buka dari jam 7 pagi hingga pukul 2 siang. Di sana bisa dijumpai berbagai tenda yang menjual makanan, sayur, buah, cinderamata dan pakaian. Jika beruntung -penyewaan tenda belum tentu ada di tiap Minggu -, ada tenda yang menjual makanan Indonesia seperti nasi goreng, urap, ,sambal, telur dan terung cabe. Penjualnya wanita Filipina yang pernah tinggal di Indonesia lebih dari 20 tahun.
Malam hari di Makati bisa dihabiskan dengan duduk-duduk di cafe atau restoran di greenbelt park. Kita bisa menikmati beragam musik dari tiap restoran sambil memandang lalu lalang orang-orang atau menggunakan fasilitas wifi gratis. Jika butuh ketenangan, bisa berjalan sedikit ke tengah taman dan duduk di bangku-bangku yang disediakan. Aman.
Makati memang berbeda dengan wilayah pinggiran kota yang terkesan padat. Berada di Makati serasa berada di Singapura lengkap dengan segala tata tertibnya.
Yunika Umar, karyawan swasta di Jakarta, narablog penggemar traveling.
TEMPO.CO, Jakarta -