TEMPO.CO, Jakarta -Tanpa banyak basa-basi, hanya dengan kata sambutan singkat, Galaila Karen Agustiawan langsung menyebar bibit ikan patin di Kolam Binaan Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina di Pondok Pesantren Al-Hasan.
Sejak duduk di kursi puncak Pertamina, hidup Karen jadi serba cepat. Ia mengakui pundaknya memikul beban berat karena selalu jadi kambing hitam berbagai hal. Dari kerapnya tabung elpiji 3 kilogram meledak hingga ketika distribusi solar dan bensin macet. Bagi Karen, dicerca, direndahkan, dan mendapat serangan kekerasan verbal lain sudah menjadi makanan sehari-harinya.
Awalnya tak mudah. Pada awal masa kerjanya, ia jatuh sakit. Itulah pertama kalinya Karen dirawat di rumah sakit, selain melahirkan. “Ya itulah risiko jadi bumper pemerintah, tapi sekarang saya sudah perform,” ujar peraih The Most Achievement Inspiring Woman in BUMN 2013 ini sembari tertawa.
Tapak pertamanya di perusahaan energi dia mulai di Mobil Oil Indonesia, yang dia lakoni sekitar 14 tahun. Ia kemudian bergeser ke Petrosystem Landmark Concurrent Solusi Indonesia, dan Halliburton Indonesia.
Namun Karen memutuskan berhenti bekerja saat kelahiran anak bungsunya, Dariel Mohamad Jastiawan, pada 1997. Ia baru kembali kerja setelah Dariel sudah masuk taman kanak-kanak.
Pada akhir 2006, ia bergabung dengan Pertamina hingga akhirnya menjadi Direktur Utama. “Saya pernah dibilang tidak becus, tapi saya buktikan dengan kinerja saya.”
HERU TRIYONO