TEMPO.CO, Jakarta - Impor susu Indonesia pada periode Januari hingga April 2013 dicatat merosot dibandingkan periode yang sama pada 2012. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor susu turun 3,93 persen dari 66.839 ton pada Januari hingga April 2012 menjadi 64.207 ton pada periode yang sama tahun ini.
Nilai impor susu juga dicatat turun hingga 9,43 persen pada Januari hingga April 2013 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada Januari hingga April 2012, impor susu sudah mencapai US$ 250,2 juta. Sementara pada periode yang sama tahun ini, impor susu dicatat US$ 226,81 juta.
Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana memperkirakan penurunan ini disebabkan melonjaknya harga susu dunia sejak Februari 2013. Data situs dairyco.org.uk mencatat di kawasan Oseania, harga susu bubuk skim (skim milk powder) pada April 2013 mencapai US$ 5.394 per ton, naik hampir 2 kali lipat dari harga April 2012 senilai US$ 2.806 per ton.
"Selandia Baru mengalami kekeringan agak panjang. Faktor alam ini menyebabkan produksi susu turun, sementara harga pakan meningkat. Dengan kondisi ini otomatis harga susu dunia meningkat," kata Teguh ketika dihubungi Tempo, Selasa, 11 Juni 2013.
Teguh memperkirakan harga susu internasional masih akan bertahan tinggi hingga tahun depan. Dengan kondisi ini, Teguh mengatakan permintaan susu dari dalam negeri yang harganya lebih rendah meningkat. "Di tingkat bawah sudah terasa ada perebutan pasokan karena masing-masing industri pengolah susu membutuhkan bahan baku. Selain itu juga ada pemain baru di industri pengolah susu sehingga permintaan meningkat," katanya.
Meskipun demikian, Teguh mengatakakan belum terjadi perbaikan harga susu segar di tingkat peternak dan koperasi. Soalnya, menurut Teguh harga susu segar di Indonesia masih tergantung kepada industri pengolah susu.
"Susah untuk harga susu naik secara alami dengan hukum suplai-demand. Posisi tawar peternak masih rendah. Kalaupun industri berebut, tetapi insentif yang mereka berikan untuk peternak masih rendah," kata Teguh.
Teguh mengatakan dengan insentif harga yang rendah, maka sulit bagi peternak meningkatkan produksi susu. Soalnya, kata Teguh peningkatan produksi pasti terkait dengan perbaikan pakan ternak sapi perah yang membutuhkan tambahan biaya.
Teguh mengatakan peternak meminta harga susu dinaikkan menjadi Rp 5.500 per liter di tingkat koperasi dengan tingkat kandungan bahan kering (solid) 12 persen. Saat ini dengan kandungan solid 10 persen, susu dihargai di tingkat Rp 3.900 hingga Rp 4.300 per liter di tingkat koperasi.
"Ketika kami demo beberapa waktu lalu, di pasar internasional harga susu sudah di atas Rp 6.000 per liter. Memang harga internasional fluktuatif, tetapi saya perkirakan harga ini masih akan bertahan tinggi," kata Teguh.
Saat ini sekitar 75 persen dari kebutuhan susu Indonesia masih dipasok dari impor. Pada 2012, total impor susu Indonesia mencapai 205.236 ton dengan nilai US$ 705,26 juta. "Tanpa gerakan progesif dari pemerintah, maka pada 2020 kontribusi susu segar nasional hanya kira-kira 10 persen dan 90 persen harus diimpor," kata Teguh.
BERNADETTE CHRISTINA
Terhangat:
Priyo Budi Santoso | Rusuh KJRI Jeddah | Taufiq Kiemas
Baca juga:
Tinggal Klik, Ahok Genjot Serapan Anggaran DKI
Kecelakaan, Arie Wibowo Diperiksa Polisi
Polisi Intimidasi Anak Buah Hercules?
Dua Alasan Sopir TransJakarta Mogok