TEMPO.CO , Jeddah: Aisah, 32 tahun, tak henti-hentinya menangis. Tenaga kerja Indonesia asal Cikijing, Majalengka itu bingung dan risau. Suaminya, Suhendi, 45 tahun, ditangkap polisi Arab Saudi karena dituduh terlibat huru-hara pembakaran Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Senin, lalu.
“Kami cuma mau pulang, tadinya mau mendapatkan dokumen supaya bisa keluar dari Arab Saudi, uang tiket dari gaji yang masih di tangan majikan, sekarang tidak tahu harus bagaimana,” kata Aisah tersedu-sedu.
Aisah dan suaminya bekerja di majikan yang sama di Jamiah, Jeddah. Mereka mengetahui pemutihan dari laman Facebook dimana Suhendi ikut bergabung. Keduanya ingin mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) agar dapat kembali ke kampung halaman meskipun bayar tiket sendiri. Seharusnya, surat izin keluar diperoleh Rabu hari ini. Namun, rupanya nasib berkata lain.
Senin kemarin, keduanya tiba di KJRI Jeddah sekitar pukul 17.00. Aisah berpisah dengan suaminya di pintu masuk KJRI karena jalur laki-laki dan perempuan dibedakan. Mereka akan kembali bersama-sama setelah di dalam untuk pengurusan SPLP.
Aisah tiba di dalam dan selesai mengurus SPLP terlebih dulu. Tapi, dia tak bertemu suaminya. Aisah menelepon hingga hampir 20 kali, tapi tak diangkat. Kadang terdengar nada sibuk, atau mati. Baru sekitar pukul enam sore, Suhendi menulis pesan singkat. Bunyinya mengagetkan: “Saya ketangkap, kamu langsung pulang ke rumah.”