TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara PLN (Persero) terancam bangkrut jika nilai tukar rupiah terhadap dolar terus mengalami pelemahan. Direktur Utama PLN, Nur Pamudji, menyatakan utang PLN dihitung dalam mata uang asing. Jika rupiah terus melemah maka jumlah utang PLN pun akan membengkak.
"Ada risiko bahwa utang itu bisa memukul PLN sehingga kolaps. Misalnya krisis terjadi, maka utang PLN menjadi luar biasa. Soalnya, utang PLN menggunakan mata uang asing. Kenaikannya membuat utang naik," katanya seusai menghadiri diskusi kelistrikan di kantor pusat PLN, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2013.
Pamudji mengatakan hingga saat ini utang PLN mencapai Rp 210 triliun. Utang tersebut berasal dari belanja modal, kas internal, APBN, dan pinjaman lunak (soft loan agreement). Untuk mengatasi masalah utang ini, salah satu opsinya adalah menaikkan tarif listrik. "Tarif listrik tinggi tentu akan membantu PLN untuk berinvestasi dari uang pelanggan," katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, sebelumnya meminta Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperbesar marjin keuntungan PLN sebesar 7 persen. Menurut dia, jika marjin tidak mencapai 7 persen maka utang PLN disertakan dalam skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013, dan pemerintah yang harus membayar utang.
ANANDA TERESIA