TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) masih kurang populer dibanding alat kontrasepsi suntik, pil dan kondom. Tahun lalu, pemakaiannya baru mencapai 25 persen. Petugas kesehatan kurang memberi sosialisasi penggunaan metode ini.
Hal ini diungkapkan Dr Sudibyo Alimoeso, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, beberapa hari lalu di Jakarta.
Menurut Sudibyo, ada beberapa hal yang membuat metode kontrasepsi jangka panjang tak populer. Salah satunya, masyarakat kurang mendapat informasi mengenai penggunaan tepat dan kurangnya sinergi antara tenaga medis yang memasang alat kontrasepsi tersebut.
"Penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang ini masih banyak kendala atau tantangan. Agar keberadaannya sepopuler kontrasepsi hormonal," katanya.
Kontrasepsi termasuk dalam metode kontrasepsi jangka panjang yakni, metode operasi wanita (MOP) atau tubektomi dan metode operasi pria (MOP) atau vasektomi, IUD dan implant. Khusus metode lain adalah sterilisasi yakni Kontap Pria dan Kontap Wanita. “Metode ini hanya boleh dilakukan oleh dokter ahli,”katanya.
Sudibyo menganggap, minat peserta terhadap metode kontrasepsi ini menjadi terbatas, selain karena keengganan pemakaian (misal IUD harus dimasukkan ke rahim) atau memasang implan ke dalam tubuh. "Sosialisasi sangat penting, agar mitos – mitos atau ketakutan bisa dihilangkan atau diminimalisir," jelasnya.
Pihak BKKBN juga telah membuat "Alat" Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat dan keluarga tentang pentingnya menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang.
Lembaga ini banyak melatih tenaga medis agar lebih trampil untuk memasang alat kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan implan. Tenaga bidan telah diinventarisir dan yang belum terampil akan dilatih. Tahun 2011 BKKBN melatih sekitar 35 ribu bidan dan 15 ribu dokter.
Selama ini, kata Sudibyo, penggunaan kontrasepsi sederhana seperti pil, kondom dan suntik belum mampu menekan laju pertumbuhan penduduk. Dalam sepuluh tahun terakhir, TFR (Total Fertility Rate) masih stagnan sebesar 2,6. Atau pasangan suami istri di Indonesia rata-rata memiliki hampir 3 anak. Padahal lembaga ini menargetkan TFR dapat ditekan jadi 2,1.
Untuk menekan angka kelahiran, metode kontrasepsi jangka panjang dianggap tepat. Meski, pemakaiannya masih minim. Tahun 2012, pemakaian baru mencapai 25 persen. Pada 2014, target diharapkan bisa mencapai 27,5 persen.
Sementara, Roemempah Ingsih, Spd M.Kes, dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Manager Unit Bidan Delima menambahkan, kurangnya edukasi serta proses pemasangan yang dinilai kurang sesuai dengan tata krama masyarakat di daerah-daerah menjadi latar belakang tak populernya kontrasepsi jangka panjang seperti, IUD.
”Meski, pengguna implan cenderung meningkat karena pemakaiannya lebih mudah,” katanya. Ia menyarankan, petugas lapangan harus giat memberi penyuluhan, edukasi, dan konseling mengenai penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang," tambah Roem.
EVIETA FADJAR