TEMPO.CO, Cilegon - Sebanyak 63 orang imigran asal Timur Tengah, di antaranya Iran dan Afganistan, yang menjadi korban kapal rusak di Samudra Hindia, atau tepatnya di Pulau Panaitan, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang, dievakuasi ke Pelabuhan Indah Kiat, Merak Kota Cilegon, Kamis, 20 Juni 2013.
Para imigran itu dievakuasi oleh tim gabungan dari Polisi Air Kepolisian Kepolisian Daerah Banten, Mabes Polri, Angkatan Laut (AL) serta Badan SAR Nasional (Basarnas) dengan menggunakan Kapal KN 224 Basarnas.
Seperti kasus sebelumnya, kapal bermuatan imigran gelap ini rencanaya akan menuju Pulau Christmas Australia untuk mencari suaka. Namun rencana mereka gagal. Ironisnya. para imigran tersebut merupakan muka-muka lama yang sering ditolong oleh tim SAR.
Ketua Basarnas , Ketut Purwa mengatakan, penangkapan imigran itu hasil dari informasi pihak Australia yang mendapatkan kabar ada imigran yang terdampar di Pulau Panaitan. Menurut dia, para imigran itu telah terdampar selama tiga hari tanpa ada bekal makanan sedikitpun.
“Oleh karenanya kami menyiapkan bekal untuk mereka. Tapi untuk menghindari kemungkinan buruk, makanan itu tidak kami kasih di laut, karena dikhawatirkan jika mereka segar, akan bertindak jahat seperti menyandera kapal kami,” ujarnya.
Ketut menambahkan, saat evakuasi Basarnas meminta bantuan Kepolisian dan TNI AL dengan persenjataan lengkap. Mereka sudah menangkap 63 imigran. Adapun tiga warga Indonesia yang membantu imigran telah melarikan diri. "Ketika kami berada di lokasi kejadian ke tiga warga Indonesia sudah tidak ada ditempat," katanya.
Ketut mengatakan, proses kedatangan 63 Imigran ke Indonesia yaitu melalui berbagai jalur baik darat maupun laut. Sebelumnya, imigran tersebut datang dari negara Thailand dengan status legal. Mereka kemudian datang ke Bogor juga dengan status legal. Namun, ada pihak-pihak yang menjanjikan dapat membawa imigran ke Australia tanpa dilengkapi dokumen
WASI’UL ULUM