TEMPO.CO, Surabaya- Ketua Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tanjung, mendukung rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Ia mengatakan, subsidi minyak yang saat ini diberikan Negara, dianggap salah sasaran. Subsidi minyak hanya dinikmati oleh pemilik kendaraan roda empat yang tak lain adalah kalangan menengah atas.
Ia sepakat subsidi tetap diberikan asalkan tepat sasaran, yakni kepada orang hampir miskin dan miskin. "Subsidi jangan diberikan kepada orang yang tidak berhak," ucapnya di sela-sela workshop Ekonomi Kesejahteraan di Kampus Universitas Airlangga, Kamis, 19 Juni 2013.
Menurutnya, lebih dari 50 persen bahan bakar premiun dikonsumsi oleh pemilik mobil pribadi. Padahal, pemilik mobil tergolong orang kaya karena terbukti mampu membeli unit roda empat. Lewat kenaikan harga BBM, kata dia, pemerintah bermaksud menghapus subsidi dari kelompok yang tidak membutuhkan.
Ia mengakui, kebijakan ini berdampak pada naikknya ongkos transportasi dan kebutuhan pokok. Namun, rakyat miskin lebih terasa akibat efek domino kenaikan BBM ketimbang masyarakat menengah atas. Karenanya, keputusan pemerintah memberikan BLSM dinilainya sebagai keputusan tepat untuk jangka pendek tapi tidak untuk jangka panjang. "Memberikan 'balsem' itu agar yang terkena dampak tidak terasa," ujarnya.
Kepala Divisi Ekonomi Moneter Kantor Wilayah Bank Indonesia IV Jawa Timur, Junanto Herdiawan, mangatakan kenaikan harga BBM akan diikuti naiknya inflasi hingga menyentuh 7,7 persen. Sektor yang paling terasa adalah transportasi dan jasa angkutan kemudian berlanjut ke sektor makanan serta kebutuhan pokok.
Menurutnya, momen menjelang Ramadhan dan Idul Fitri juga akan mendongkrak inflasi lebih tinggi lagi. Bank sentral mengantisipasi kenaikan inflasi ini dengan pengetatan uang beredar berupa kebijakan menaikkan BI rate. "Jalan terbaik adalah membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Tidak cukup hanya BLSM," ujar Junanto.
DIANANTA P. SUMEDI