TEMPO.CO, Lamongan - Pemakaman jenazah Zainul Arifin, 34 tahun, di belakang Kantor Kelurahan Blimbing, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur dikawal ketat oleh aparat kepolisian, Selasa 25 Juni 2013. Sebab para simpatisan pelaku bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Poso, Sulawesi Tengah itu turut menyambut kedatangan jenazah.
Ada sekitar 150 personel polisi dari Kepolisian Resor Lamongan dan Kepolisian Sektor Paciran yang berjaga di sekitar rumah orang tua Zainul Arifin di Gang Gedong Kelurahan Blimbing. Pengamanan tertutup dan terbuka juga dilakukaan saat prosesi pemakaman sekitar pukul 11.00.
Jenazah Arif, panggilan akrabnya, tiba di rumah orang tuanya sekitar pukul 09.00 setelah menempuh perjalanan darat dari Jakarta pada Senin malam 24 Juni 2013. Saat jenazah datang sempat dibentangkan spanduk bertuliskan "Selamat Datang Jihad Poso" di ujung gang menuju lokasi rumah Ny Zumaroh, Ibu Arif.
Yang menjemput jenazah Arif yaitu kakak sulungnya, Wahyudin, ditemani Wiwin, sepupunya, dan Siti Fatimah istrinya. Jenazah datang dalam kondisi di dalam peti. Setelah disemayamkan sekitar satu jam, jenazah lalu disolatkan di Masjid Darussalam oleh lebih dari 130 simpatisan Arif. Kabarnya, para simpatisan ini datang jauh-jauh dari Madura, Pekalongan, Bandung dan sebagian dari Semarang.
Selanjutnya, jenazah dibawa ke Tempat Pemakaman Umum Lingkungan Sidokumpul, tepatnya di belakang Kantor Kelurahan Blimbing. Saat jenazah dimasukan ke liang lahat langung diambil alih oleh kawan-kawannya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Lamongan Ajun Komisaris Polisi Hasran mengatakan, polisi melakukan pengamanan terbuka dan tertutup. Antara polisi yang berpakaian dinas dan preman, jumlahnya hampir sama."Kita sudah siapkan jauh hari sebelumnya," ujar Hasran.
Prosesi sempat tersendat karena muncul keinginan warga Kelurahan Blimbing agar jenazah Arif dimakamkan di Poso atau di Jakarta. Tetapi Zumaroh ngotot agar jenazah anaknya dibawa pulang. Proses pemulangan jenazah dibantu oleh Ali Fauzi, adik kandung pelaku bom Bali Amrozi dan Ali Ghufron.
Semula Ali yang juga bekas aktivis Afghanistan dan Moro ini mengusulkan supaya pemakaman Arif dilaksanakan di Jakarta. Alasannya selain menghemat biaya juga tak membebani keluarganya. "Tapi keluarga minta jenazah dipulangkan," kata Ali.
SUJATMIKO