TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kota Malang meluncurkan program sekolah berasrama bernama Leadership Academy (LA) di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Kota Malang. Setiap siswa dipatok membayar biaya sebesar Rp 25 juta per tahun.
Alasannya, Pemerintah Kota Malang tak memiliki anggaran cukup untuk membiayai program tersebut. "Belum ada jalan keluar, harus ada orang tua asuh," kata Wali Kota Malang, Peni Suparto disela rapat paripurna di Gedung DPRD Kota Malang, Rabu 26 Juni 2013.
Sekolah berasrama ini merupakan kelanjutan Sampoerna Academy (SA) kerjasama dengan Putra Sampoerna Academy (PSF). Setelah kontrak kerjasama berakhir 2012 meluluskan tiga angkatan. Menurutnya, program SA menguntungkan Pemerintah Kota Malang untuk meningkatkan sumber daya manusia yang unggul.
Lantaran, lulusan SA berhasil melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama dan kuliah di luar negeri. "Fasilitas lengkap, asrama, laboratorium dan prasarana penunjang," katanya. Sementara ini, Pemerintah Kota Malang juga menjajaki kerjasama dengan perusahaan milik negara dan pengusaha di Malang untuk membantu membiayai LA. Seluruh dana yang terkumpul, katanya, akan dikelola secara transparan dan dipertanggungjawabkan kepada publik dan penyandang dana.
Kepala SMAN 10 Kota Malang, Niken Asih Santjojo menjelaskan jika LA menerima 150 siswa. Separuh khusus warga Malang selebihnya terbuka untuk siswa dari luar Kota Malang. Biaya pendidikan mahal, katanya, karena biaya operasional sekolah berasrama tergolong tinggi. "Sampoerna Academy bahkan berbiaya Rp 50 juta per tahun," katanya.
Total sebanyak 100 siswa yang diterima secara mandiri. Selebihnya, akan mendapat beasiswa dari Pemerintah Kota Malang. Proses seleksi dilakukan mulai Maret 2013, sedangkan pengumuman peserta LA pada 11 Mei 2013 lalu. Beasiswa diberikan kepada keluarga miskin yang cerdas.
Koordinator divisi avokasi Malang Corruption Watch (MCW), Zainudin menjelaskan jika program tersebut rawan diselewengkan. Lantaran alokasi dana yang dikucurkan Pemerintah Kota Malang ke SMAN 10 sebesar Rp 7 miliar per tahun. "Ada diskriminasi, sekolah lain tak sebesar itu," katanya.
Selain itu, penggunaan dana harus dipublikasikan secara transparan kepada publik. Tujuannya, untuk mencegah penyelewengan dan tindak pidana korupsi. MCW, katanya, membuka pos pengaduan selama proses penerimaan siswa baru.
EKO WIDIANTO
Topik terhangat:
Ribut Kabut Asap | PKS Didepak? | Persija vs Persib | Penyaluran BLSM
Berita lainnya:
PKS: Dakwaan Luthfi Aneh dan Lucu
Mabes: Dua Polisi Tertangkap Bawa Rp 200 Juta
Polisi Tetapkan 9 Tersangka Pembakar Hutan
Lirik Nakal 'Rekening Gendut' Iwan Fals
Caleg Golkar Tewas di Lokalisasi