TEMPO.CO, Jakarta - Badri Hartono, pemimpin Al-Qaidah Indonesia divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Hakim Ketua Musa Atif Aini mengatakan Badri terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana terorisme di sejumlah lokasi di Indonesia. "Terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme," kata Musa saat membacakan vonis, Kamis, 27 Juni 2013.
Musa memaparkan, Badri terbukti telah melakukan tindak terorisme dengan merakit bom berdaya ledak tinggi. Dia juga terbukti memberikan pelatihan merakit bahan peledak kepada sejumlah anak buahnya untuk diledakkan. Bahkan bom itu sempat meledak saat uji coba meski tidak disadari warga karena bersamaan dengan suara mercon yang marak saat bulan Ramadhan.
Selain merakit bahan peledak, Badri juga terbukti berniat menjadikan Poso sebagai pusat pelatihan untuk kelompoknya terornya. Dia juga bahkan sudah mengirimkan sejumlah anak buahnya ke Poso dalam rangka mengikuti pelatihan sebelum menjalankan aksi terornya.
Bahkan untuk memuluskan Poso sebagai pusat pelatihan, Badri juga terbukti merencanakan sejumlah aksi teror di Solo, Jawa Tengah. Aksi itu diantaranya merencanakan peledakan bom di kantor polisi dan sejumlah gereja. Tujuannya agar perhatian polisi bisa dialihkan dari Poso menjadi ke Solo.
Musa menyebut beberapa hal yang memberatkan Badri. Ia dianggap tidak menyukseskan program pemberantasan tindak pidana terorisme yang dilakukan pemerintah. Aksi terornya juga disebut telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat. "Terdakwa terbukti bersalah dan harus dihukum segera setelah putusan ini disahkan," kata dia.
Badri yang mengenakan peci putih dan baju tahanan berwarna jingga terlihat tenang menjalani persidangan. Dia juga tampak serius melihat dan mendengarkan hakim yang membacakan vonis. Sesekali dia tampak menunduk dan menggerak-gerakkan kakinya.
DIMAS SIREGAR
Baca juga:
Ronaldo dan Tommy Winata Rangkulan
Mabes Polri Bebaskan Dua Perwira Pembawa Uang
Alasan Penyiksaan oleh Aparat Polisi
Kronologi Bayi Meninggal Setelah Ditolak 4 RS
Ini Alasan Korea Batasi RI Belajar Kapal Selam