TEMPO.CO, Malang-Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Sayed Muhammad Mualiady mengatakan Dewan tengah mencari jalan keluar untuk membuat terobosan hukum baru kasus korban rekayasan hukum yang dialami Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo. Antara lain dengan mengajukan penundaan eksekusi mati ke Kejaksaan Agung. Dewan juga berkonsultasi dengan Mahkamah Agung.
“Permintaan penundaan eksekusi mati sudah dipenuhi, dari awalnya Agustus mendatang,” kata Sayed saat menyambangi Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Lowokwaru Malang, Senin 1 Juli 2013.
Sayed bersama lima anggota komisi III melakukan pertemuan tertutup dengan Ruben, Markus, Kepala Kejaksaan Negeri Malang Wenny Gustiaty, Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Totok Suharyanto, dan Kepala LP Lowokwaru Malang, Herry Wahyudiono. Sebelumnya, Ruben dan Markus, warga Tana Toraja Sulawesi Selatan ini dituduh melakukan pembunuhan berencana.
DPR, kata Sayed, membentuk tim investigasi untuk mengumpulkan data dan fakta tentang dugaan rekayasa hukum yang dialami kedua terpidana mati. Pertemuan selama tiga jam ini dilakukan untuk mencari bukti dan keterangan dari Ruben dan Markus. Tujuannya, untuk mengungkap dugaan rekayasa kasus hukum serta dugaan penganiayaan selama penyelidikan di Kepolisian Tana Toraja. "Ruben mengaku tak kenal korban Andreas Pandin, terus motifnya apa? Ini kan tak logis," katanya.
Ketua Komisi Hukum DPR, Gede Pasek Suardika, menjelaskan jika tim turun ke Tana Toraja 5 Juli mendatang untuk mengumpulkan alat bukti dan keterangan tentang dugaan rekayasa kasus tersebut. Termasuk menemui Benedictus Budi Sopia’an yang sempat dijadikan tersangka namun dibebaskan karena menunjukkan rekaman video di tempatnya bekerja. "Dia bebas karena bisa menunjukkan bukti dan alibi," katanya.
Komisi Hukum, kata Pasek, mengunjungi Tana Toraja untuk mengungkap dugaan penganiayaan selama pemeriksaan oleh penyidik Kepolisian Tanah Toraja. Jika ditemukan pelanggaran, DPR meminta Komisi Kepolisian dan Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian untuk menindak para penyidik serta menghukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Jangan sampai, katanya, karena sikap penyidik polisi yang tak profesional Negara menghukum warga yang tak bersalah sehingga Negara membunuh warganya. Dewan juga mengusulkan revisi Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sedang dibahas Komisi III DPR.
Revisi KUHAP, katanya, berkaca pada kasus salah vonis Sengkon dan Karta 1974, sehingga memunculkan terobosan hukum berupa peninjauan kembali. "Sebelumnya upaya hukum terakhir hanya kasasi," katanya. Apalagi Ruben menolak mengajukan grasi beralasan karena tak melakukan perbuatan yang dituduhkan.
EKO WIDIANTO