TEMPO.CO, Surabaya - Bekas Panglima Daerah Militer V/ Brawijaya Letnan Jenderal (Purnawirawan) Djadja Suparman meminta kepada oditur militer agar menghadirkan saksi Dwi Putranto dan Bambang Suroso. Keterangan dua orang itu, kata Djadja, penting untuk didengarkan berkaitan dengan proses penyerahan uang Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) kepada Kodam Brawijaya pada 1998 silam.
Dwi Putranto disebut-sebut sebagai makelar tanah yang sering berkeliaran di lingkungan tentara. Lelaki yang kini tak tentu rimbanya ini telah dilaporkan Djadja ke Kepolisian Daerah Jawa Timur karena dituduh melakukan penipuan. "Dwi dan Bambang harus bersaksi agar masalahnya menjadi jelas," kata Djadja, di sela sidang lanjutan kasus korupsi tukar guling tanah Kodam Brawijaya di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Senin, 1 Juli 2013.
Dwi Putranto merupakan perantara penyerahan uang dari PT CMNP ke Djadja. Dalam sidang-sidang sebelumnya diterangkan bahwa ada kwitansi penyerahan uang yang ditulis tangan. Namun dalam barang bukti yang disita penyidik Polisi Militer, kwitansi itu berupa ketikan rapi. Perbedaan kwitansi inilah, salah satunya, yang dipermasalahkan Djadja.
Selain dua orang tersebut, Djadja juga meminta agar auditor Badan Pemeriksa Keuangan yang mengaudit kasusnya serta yang meneken berita acara pemeriksaan turut dihadirkan ke persidangan. Djadja keberatan bila yang dihadirkan sebagai saksi hanya auditor BPK yang tidak terkait dengan kasus tersebut.
"Kalau orangnya sudah pensiun harus dilacak. Karena mereka inilah yang memeriksa saya dan menimbulkan kasus hukum," kata Djadja dalam sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao itu.
Sulitnya melacak keberadaan auditor itulah yang menyebabkan sidang Djadja ditunda untuk kali kedua pada Senin siang ini. Sebelumnya pada Senin pekan lalu majelis telah menunda sidang untuk memberikan kesempatan oditur menghadirkan auditor-auditor tersebut.
Oditur militer Letnan Jenderal Sumartono mengakui menghadirkan auditor yang terkait langsung dengan kasus Djadja tidak gampang. "Kami kesulitan mencari alamatnya, karena yang bersangkutan sudah pensiun," kata Sumartono.
Penasehat hukum Djadja, Olises Tampubolon keberatan bila alasan pensiun dipakai oditur untuk tidak menghadirkan auditor-auditor itu ke persidangan. Sebab, kata dia, kliennya juga seorang pensiunan. "Oditur bisa berkomunikasi dengan Ketua BPK untuk melacak keberadaan auditor-auditor tersebut," kata Olises.
KUKUH S WIBOWO
Berita Lainnya:
Stasiun UI Masih Gunakan Tiket Kertas
Alasan Hanura Pilih Hary Tanoe Jadi Cawapres
Dinamit Hilang, Bareskrim Mabes Polri Turun Tangan
7 Vaksin yang Tidak Boleh Terlewatkan
Pemilihan Kades Tangerang , Kantor Camat Dirusak