TEMPO.CO, Jakarta -- Neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar US$ 590,4 juta pada Mei lalu. Defisit terjadi karena persentase impor cenderung tinggi ketimbang ekspor. "Defisit disebabkan impor minyak masih besar," kata Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin, 1 Juli 2013.
Nilai ekspor mencapai US$ 16,07 miliar pada Mei lalu. Jumlah itu meningkat 8,9 persen dari torehan April sebelumnya.
Jumlah itu hanya lebih besar jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Secara kumulatif Januari-Mei 2013, ekspor mencapai US$ 76,25 miliar, turun 6,46 persen ketimbang periode sama tahun lalu," kata Suryamin.
Untuk kinerja impor tercatat sebesar US$ 16,66 miliar pada Mei lalu. Jumlah ini naik US$ 200,9 juta atau 1,22 persen ketimbang April sebelumnya.
Peningkatan impor disebabkan naiknya impor non migas sebesar 3,06 persen menjadi US$ 13,23 miliar. Adapun impor migas mengalami penurunan menjadi US$ 3,4 miliar dari April lalu sebesar US$ 3,6 miliar.
Rinciannya, penurunan impor migas disebabkan turunnya impor minyak mentah dan gas masing-masing sebesar US$ 383 juta dan US$ 4,2 juta.
Meskipun migas menurun, namun impor hasil minyak justru mengalami peningkatan dari US$ 2 miliar pada April menjadi US$ 2,2 miliar pada Mei.
"Nilai impor Januari-Mei 2013 mencapai US$ 78,78 miliar atau turun 1,18 persen ketimbang impor periode sama tahun lalu. Adapun impor non migas mencapai US$ 60,2 miliar atau turun 2,33 persen," kata Suryamin.
Deputi Bidang Statistik dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan peluang defisit masih terjadi dan akan membaik pada Agustus mendatang. "Sulit menghindari defisit karena konsumsi masih besar," katanya. Kendati harga BBM bersubsidi dinaikkan untuk menekan konsumsi, impor migas tetap diprediksi meningkat.
Sasmito menilai peningkatan ekspor disebabkan harga komoditas ekspor yang mulai membaik seperti CPO. Kinerja ekspor tidak cerah karena komoditas unggulan mengalami penurunan seperti karet, kopi dan batubara yang stagnan. Komoditas CPO bisa membantu perbaikan kinerja ekspor jika harganya terus membaik. "Saat ini naik 5 persen."
Pendapat berbeda disampaikan Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurut dia kenaikan harga BBM bersubsidi bakal menekan impor migas. "Saya masih optimistis (syaratnya) neraca migas bisa membaik," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita Lainnya:
Stasiun UI Masih Gunakan Tiket Kertas
Alasan Hanura Pilih Hary Tanoe Jadi Cawapres
Dinamit Hilang, Bareskrim Mabes Polri Turun Tangan
7 Vaksin yang Tidak Boleh Terlewatkan
Pemilihan Kades Tangerang , Kantor Camat Dirusak