TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara SMA 8 Jakarta, Ahmad Yani, mengaku pasrah menerima pemberlakuan sistem zonasi dalam Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini. Meski begitu, Ahmad Yani mengaku penerapan sistem ini menyebabkan dua dampak di SMA favorit tersebut.
Pertama, ada keluhan dari orang tua siswa yang tinggal di luar zona sekolah. "Beberapa orang tua mengeluh karena mestinya kalau berdasarkan NEM saja, anaknya masuk. Tapi jadi tidak bisa karena anaknya tinggal di luar zonasi," kata dia, Selasa 2 Juli 2013. Sekolah dengan passing grade tertinggi di DKI itu masuk Zona 10 yang meliputi Kecamatan Tebet dan Setiabudi.
Namun menurut Ahmad, keluhan itu bisa diatasi dengan memberi penjelasan pada para orang tua. Mereka diarahkan ke sekolah lain sesuai zona tempat tinggalnya.
Tak hanya keluhan orang tua, dia menyatakan, sistem ini mengakibatkan penurunan standar nilai minimal siswa baru dibanding tahun lalu. Hingga hari ini, nilai minimal yang masuk adalah 8,800. Sedangkan nilai maksimal 9,388. "Tahun lalu nilai minimalnya 9,200," ujar Ahmad lagi.
Lagi-lagi Ahmad mengelak dampak ini disebut masalah. "Kami yakin ini tidak signifikan," dia buru-buru menambahkan.
Hingga hari kedua pendaftaran siswa baru, SMA di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan itu telah menerima 155 siswa jalur zonasi dari kapasitas total 355 siswa baru. Menurutnya kuota sudah penuh meski pendaftaran yang dimulai sejak kemarin masih akan dibuka hingga 3 Juli.
Ahmad sendiri berpendapat, konsep sistem zonasi sebenarnya sudah pernah terjadi pada tahun 1990-an. "Ini pengulangan. Kebijakan daur ulang," katanya. Menurutnya, dulu sistem macam ini disebut sistem rayon.
ATMI PERTIWI
Topik Terhangat:
Tarif Progresif KRL | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | PKS Didepak? | Puncak HUT Jakarta
Berita Terpopuler:
3 Insiden Memalukan Saat SBY di Akademi TNI
SBY Minta Video Wonderful Indonesia Distop
Beli Mobil, Ini Daftar Yang Wajib Dicek
Teman Wartawati Korban Perkosaan Bantah Polisi
Gadis Cilik Ini Terkunci 2 Tahun di Lemari
