TEMPO.CO, Jakarta -- Buruknya pelayanan dwelling time (rata-rata waktu tinggal kontainer di jalur merah) di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta berpotensi menurunkan pendapatan negara. Pendapatan negara yang hilang itu berupa pajak bea masuk dari impor dan bea keluar dari ekspor.
Ketua Ombudsman Republik Indonesia Danang Girindrawardana mengatakan buruknya pelayanan menyebabkan citra investasi terpuruk. Akibatnya negara kehilangan potensi pendapatan dari sektor ini. Buruknya pelayanan waktu sandar akibat pembiaran terhadap persoalan yang berlangsung sekian lama. "Pembiaran termasuk kategori maladministrasi," katanya setelah menggelar inspkesi mendadak di Pelbuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2013.
Danang menilai buruknya pelayanan menjadi tanggungjawab PT Pelindo dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. "Kami mau menemukan (apakah) oleh Pelindo atau Bea Cukai," ujarnya. Ombudsman menelusuri buruknya pelayanan di pelabuhan sejak Februari lalu. Lembaga ini menilai kekacauan waktu sandar sengaja dibiarkan petugas.
Selain merugikan negara, Danang menilai para investor khususnya importir dan eksportir juga didera kerugian. Kerugian itu karena harus merogoh kocek lebih untuk biaya penumpukan kontainer. "Mereka membayar biaya gudang Rp 27.500 per kontainer, dan kapal sandar tidak bisa uploading kontainernya," katanya.
Waktu sandar di Tanjung Priok ditargetkan hanya empat hari mulai April lalu. Target itu tidak tercapai bahkan bertambah lama menjadi rata-rata 10 hari. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa berjanjai segera mengevaluasi buruknya pelayanan.
ARIEF HARI WIBOWO