TEMPO.CO, Jakarta -Batik pada umumnya memang bukan sekedar motif. Selalu ada cerita dan kata-kata yang terungkap dari sehelai kain batik yang dibuat. Pada batik Yogya dan Solo memiliki filosofi mendalam termasuk kain batik lain dari daerah di selruh Indonesia.
Demikian juga dengan batik abstrak Bandung karya Tetet Cahyati Popo Iskandar. Dalam acara gathering tea time terbatas bersama beberapa redaktur mode media nasional yang berlangsung pada Jumat sore, 5 Juli 2013 di Dapur Sunda, Pondok Indah Mall 1, Jakarta Selatan, penuh suka cita pelopor batik ini menghadirkan koleksi untuk menyambut Ramadan dan Idhul Fitri.
Tetet mengakui batiknya memang berbeda dengan ragam seni batik yang ada dan tumbuh di Tanah Air. Tetet yang juga seniman pelukis dan perupa dari Bandfung ini benar-benar menghadirkan motif atau ragam abstrak batik Bandung dengan cara membebaskan diri dari pakem yang ada. Dias mengakui tidak lagi memilih corak-corak batik seperti sidomukti dan kawung dalam lukisannya, melainkan ungkapan-ungkapan manusia masa kini yang sesuai dengan dinamika di zamannya.
Tetet sudah menekuni seni batik sejak 2007 dan memilih bermain dengan garis, bidang dan ruang, serta campuran warna pada kain sutera, katun dan lace dalam setiap koleksinya.
Yang unik lagi, dia tidak hanya melihat satu motif atau corak yang sama dari puluhan karyanya. Sebab, pada setiap koleksi kain batiknya memiliki keunikan tersendiri, baik dari warna, gambar, pola, dan motif.
"Mungkin karena saya berangkat dari seorang seniman jadi nilai batik abstraknya lebih bukan seperti pembatik biasa pada umumnya," kata Tetet.
Dia menerangkan seperti dalam koleksinya yang berjudul Cahaya Jiwa yang diambil dari judul puisi yang sama yang dia ciptakan pada 2002.
"Warna-warna cerah yang sudah dicampur dari warna asli seperti biru, hijau, dan merah menjadi pemandangan yang berbeda, namun tetap cantik. Saya memang ingin mengekspresikan pengertian cahaya dalam arti yang sangat luas kepada khalayak melalui batik," kata Tetet.
Kemudia dia pun menjelaskan tentang konsep estetik lain melalui koleksinya yang berjudul Meliorism, juga merupakan penggambaran dari judul puisi yang sama dan diciptakan pada 2004.
Dia mengatakan pada nilai-nilai spiritual seperti yang tercermin pada puisi The Spirit of Growth kemudian menjadi tema dari rangkaian koleksi batiknya.
"Dalam kehidupan ada dorongan hati untuk terus tumbuh dan berkembang."
Tetet menegsakan, baginya puisi dan batik adalah dua hal yang serupa.
"Melalui media puisi, saya dapat menuangkan segala yang dirasakan, setiap saat saya menorehkannya dalam seni batik tuli."
Dijelaskan juga dalam mengolah warna dan ruang sama dengan saat menangkap suasana yang tengah melanda hati ketika menulis puisi.
"Saya sangat berharap batik tulisnya kali ini, tidak berhenti menjadi sebuah pajangan belaka. Namun, bisa memperkaya dunia mode Indonesia dan yang utama adalah berperan serta memberikan yang terbaik untuk khasanah seni batik di negeri tercinta," ujarnya.
HADRIANI P