TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya Sunaryo meresmikan sekolah penerbangan Dirgantara Pilot School Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu, 6 Juli 2013. Dalam peresmian itu, Sunaryo menyebut kewajiban TNI AU selain menjaga kedaulatan dirgantara, juga membina semua unsur kedirgantaraan.
"Antara lain sekolah penerbang swasta, terjun payung, aeromodeling, ultra light, dan penerbangan sipil," kata Kepala Dinas Penerangan Umum Puspen TNI, Kolonel Minulyo Suprapto dalam siaran persnya, Ahad, 07 Juli 2013, menirukan pidato Wakil KSAU.
TNI AU juga mengizinkan Dirgantara Pilot School Tasikmalaya (DPST) menggunakan Lapangan Udara Wiriadinata, Tasikmalaya, sebagai sarana pelatihan. Sebagai syarat, DPST wajib menyusun kerjasama tertulis dengan Komandan Lanud Wiriadinata.
Tujuannya agar tidak ada kesalahpahaman dalam penggunaan landasan pacu, base operation, personel, dan infrastruktur lain secara bersamaan. "Keberadaan dokumen kerja sama ini sangat penting karena menjadi dokumen negara dan akan kita wariskan ke generasi berikutnya," kata Sunaryo.
Direktur PT Dirgantara Aviation Engineering (DAE), pemilik sekolah penerbangan DPST, Marsekal Pertama (Purnawirawan) Wasito mengapresiasi langkah TNI Angkatan Udara itu. Menurut dia keberadaan sekolah penerbangan sangat diperlukan Indonesia.
Saat ini kebutuhan penerbang untuk mengoperasikan pesawat komersial di Indonesia masih kurang sekitar 500-600 orang saban tahun. "Sehingga beberapa maskapai Indonesia memilih menggunakan jasa pilot asing," kata Wasito.
Meningkatnya kebutuhan pilot komersial lebih dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat di bidang angkutan udara. Baik penerbangan domestik maupun penerbangan internasional yang menyebabkan bertambahnya jumlah armada pesawat komersial yang beroperasi di wilayah Indonesia.
Sementara alasan dipilihnya Kota Tasikmalaya sebagai sekolah penerbangan, karena dianggap memiliki ruang udara yang luas dan topografi yang ideal. Area berlatih di Tasikmalaya juga dianggap masih layak untuk latihan terbang.
Saat ini PT DAE memiliki dua unit pesawat Cessna 172SP buatan Amerika Serikat tahun 2003. Rencananya pada akhir tahun 2013 Wasito akan mendatangkan empat unit pesawat serupa. Hingga akhir 2014 bakal datang enam pesawat tambahan. "Jadi total nanti ada 12 pesawat."
Adapun pembangunan sarana dan prasarana pendidikan akan dipusatkan di Gobras, sekitar 6 kilometer dari Bandar Udara Wiriadinata. Untuk penerimaan siswa, DPST akan membuka tiga kali pendaftaran tiap tahun. Kapasitas siswa antara 20 hingga 25 orang per angkatan.
Berdasarkan kurikulum pendidikan, para lulusan DPST akan mendapatkan rating Private Pilot Lisence (PPL), Civil Pilot Lisence (CPL) dan Instrument Rating. Total jam terbang 'ground school' sebanyak 540 jam dan terbang 180 jam dengan lama pendidikan 15 hingga 18 bulan.
"Diharapkan lulusan kami mampu terbangkan pesawat generasi terakhir seperti pesawat Boeing 373 series, Airbus 320 series, Embraer, atau Bombardier," kata Wasito. Hingga meningkat ke pesawat berbadan lebar, yaitu Boeing 777 series, Boeing 747 series, Airbus 330 atau Airbus 380.
INDRA WIJAYA