TEMPO.CO, Malang - Enam orang wakil warga Desa Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mendatangi kantor Bupati Malang di Jalan Merdeka Timur, Kota Malang, pada Senin, 8 Juli 2013.
Mereka menuntut Bupati Rendra Kresna memastikan penyelesaian sengketa tanah antara warga dengan Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) Kodam V/Brawijaya. Namun warga terpaksa menelan kekecewaan karena pejabat yang dicari tidak ada di tempat.
Baca Juga:
Juru bicara warga Harjokuncaran, Fathurozi mengancam akan kembali mematoki lahan sengketa bila pemerintah daerah dan pemerintah pusat tidak segera memperjelas status tanah seluas 616 hektare itu. Mereka sangat berharap tanah segera didistribusikan kepada 1.313 keluarga. Data keluarga pemohon tanah sudah diserahkan ke Komisi II DPR dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Warga juga sudah menempuh proses mediasi dengan pihak-pihak terkait di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat. Mediasi dengan musyawarah pimpinan daerah Kabupaten Malang, misalnya, sudah dilakukan sembilan kali setelah bentrokan tahun lalu. Komnas HAM bertindak sebagai mediator.
"Kami masih menunggu pembahasan di Komisi II DPR. Padahal, kami sudah memperjuangkan mendapat tanah itu sejak zaman nenek moyang. Kami minta izin ke bupati dan DPRD untuk mematoki lahan," kata dia.
Kepala Dusun Mulyosari Edy Zamroni menambahkan, konflik tanah Harjokuncaran sudah berlangsung selama 35 tahun. Perseteruan memuncak dengan terjadinya bentrokan kedua pihak pada 6 Juli 2012. Delapan warga dan dua prajurit Batalyon Zeni Tempur V/Kepanjen luka-luka.
Sepanjang konflik, Puskopad dianggap sudah melanggar HAM berat. Pelanggaran dibuktikan dengan hilangnya tiga dari empat dusun, serta hilangnya enam warga. Sepanjang 1973-1979 TNI menggusur dusun Banaran, Wonosari, dan Margomulyo sampai tinggal Dusun Mulyosari saja. Sejak 1976 perlawanan terhadap TNI sudah dilakukan. Warga yang melawan dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia.
ABDI PURMONO