TEMPO.CO , Jakarta:Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hajriyanto Y. Thohari menyatakan perbedaan awal Ramadan di Indonesia bukanlah fenomena baru. Menurut dia, Perbedaan tersebut murni hanya terkait dengan metode (atau metodologi) karena berkembangnya metode penentuan hilal.
"Jadi tak perlu disikapi secara berlebihan, apalagi disikapi secara dramatis sedemikian rupa seakan-akan terjadi perpecahan umat Islam," kata dia melalui pesan singkatnya di Jakarta, Senin, 8 Juli 2013.
Ia mengatakan lebih tak proporsional jika perbedaan penentuan awal Ramadhan tersebut dikaitkan dengan relasi umat Islam dan pemerintah. Menurut dia, umat Islam Indonesia semakin cerdas dan pemerintah sebagai wakil negara juga semakin arif bijaksana.
"Pemerintah tahu mana-mana urusan yang urgen untuk diurus, dan mana-mana yang tidak urgen untuk diurus serta mana-mana yang tidak boleh dicampuri," ujar Hajriyanto.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin sebelumnya mengatakan pemerintah tak seharusnya ikut campur dalam perbedaan awal Ramadan. "Wilayah keyakinan tak usah diatur pemerintah," ucapnya menanggapi pernyataan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar. Sebelumnya, Nasaruddin mengatakan bahwa yang tak menaati aturan pemerintah, dianggap tak mengakui ulil amri.
Muhammadiyah sudah dipastikan akan berpuasa pada esok hari, Selasa 9 Juli 2013. Hal in berbeda dengan pemerintah dan Nahdlatul Ulama yang kemungkinan akan menetapkan awal puasa hari Rabu.
ERWAN HERMAWAN
Topik Terhangat
Karya Penemu Muda | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | Bencana Aceh
Berita Lain:
Eggi Sudjana Lolos Calon Gubernur Jawa Timur
Tiru Jokowi, Calon Gubernur PDIP Blusukan ke Pasar
Inilah 21 Negara Tempat Snowden Meminta Suaka