Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Planet Ini Berwarna Biru Mirip Bumi

image-gnews
Planet baru yang mirip bumi, Keppler 22B
Planet baru yang mirip bumi, Keppler 22B
Iklan

TEMPO.CO, OxfordDari luar angkasa, planet ini tampak seperti bumi. Warnanya biru. Dari bumi, yang berjarak 63 tahun cahaya, planet di luar sistem tata surya (eksoplanet) berkode HD 189733b ini bak sebuah titik biru.

Para ilmuwan mengenalinya sebagai biru kobalt, dengan amukan hujan badai disertai angin super kencang pada atmosfernya. Warna biru HD 189733b dikenali lewat teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

"Planet ini telah dipelajari sejak lama, tapi baru diketahui warnanya sekarang," kata Frédéric Pont dari University of Exeter, Inggris, yang memimpin program Hubble, Kamis, 11 Juli 2013.

Tim peneliti menemukan warna biru HD 189733b dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari permukaan planet. Mereka menemukan tingkat kecerahan atmosfer menurun pada spektrum biru ketika planet itu berada di belakang bintangnya.

"Kami dapat menyimpulkan bahwa planet ini berwarna biru karena sinyal pada spektrum warna lain tetap konstan," kata pemimpin penelitian, Tom Evans, dari University of Oxford, Inggris, seperti dilaporkan Space.

HD 189733b boleh saja berwarna sama dengan bumi, yang memang berjuluk planet biru. Namun, para ilmuwan menegaskan planet yang ditemukan pada 2005 ini adalah "Yupiter yang panas", sebuah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.

Pont mengatakan, cuaca HD 189733b jauh dari ideal untuk mendukung kehidupan. Atmosfernya bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius. Hujan badainya mencapai kecepatan 7.000 kilometer per jam.

Pergerakan planet ini sangat cepat, hanya membutuhkan 2,2 hari untuk melakukan perjalanan penuh mengelilingi "matahari"nya. Bandingkan dengan bumi yang menghabiskan 365 hari untuk berevolusi.

Pada 2007, teleskop antariksa Spitzer, juga milik NASA, membantu para ilmuwan memetakan kondisi cuaca aneh yang dijumpai pada planet ini ketika pesawat antariksa membuat peta suhu eksoplanet untuk pertama kalinya.

Data menunjukkan perbedaan suhu planet saat siang dan malam hari mencapai 260 derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan angin bertiup sangat kencang. "Tapi kami tidak yakin apa yang membuat warna planet itu biru," ujar Pont.

Memang sulit untuk mengetahui secara persis apa yang menyebabkan warna atmosfer suatu planet, bahkan untuk planet di tata surya. Namun, Pont mengatakan, pengamatan terbaru ini menguak sepotong teka-teki atas kondisi dan atmosfer HD 189733b.

"Kami perlahan melukis gambaran yang lebih lengkap tentang planet eksotis ini," ucap dia. Penemuan terbaru tentang warna HD 189733b diterbitkan dalam jurnal Astrophysical Journal Letters. 

Oxford -- Dari luar angkasa, planet ini tampak seperti bumi. Warnanya biru. Dari bumi, yang berjarak 63 tahun cahaya, planet di luar sistem tata surya (eksoplanet) berkode HD 189733b ini bak sebuah titik biru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para ilmuwan mengenalinya sebagai biru kobalt, dengan amukan hujan badai disertai angin super kencang pada atmosfernya. Warna biru HD 189733b dikenali lewat teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

"Planet ini telah dipelajari sejak lama, tapi baru diketahui warnanya sekarang," kata Frédéric Pont dari University of Exeter, Inggris, yang memimpin program Hubble, Kamis, 11 Juli 2013.

Tim peneliti menemukan warna biru HD 189733b dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari permukaan planet. Mereka menemukan tingkat kecerahan atmosfer menurun pada spektrum biru ketika planet itu berada di belakang bintangnya.

"Kami dapat menyimpulkan bahwa planet ini berwarna biru karena sinyal pada spektrum warna lain tetap konstan," kata pemimpin penelitian, Tom Evans, dari University of Oxford, Inggris, seperti dilaporkan Space.

HD 189733b boleh saja berwarna sama dengan bumi, yang memang berjuluk planet biru. Namun, para ilmuwan menegaskan planet yang ditemukan pada 2005 ini adalah "Yupiter yang panas", sebuah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.

Pont mengatakan, cuaca HD 189733b jauh dari ideal untuk mendukung kehidupan. Atmosfernya bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius. Hujan badainya mencapai kecepatan 7.000 kilometer per jam.

Pergerakan planet ini sangat cepat, hanya membutuhkan 2,2 hari untuk melakukan perjalanan penuh mengelilingi "matahari"nya. Bandingkan dengan bumi yang menghabiskan 365 hari untuk berevolusi.

Pada 2007, teleskop antariksa Spitzer, juga milik NASA, membantu para ilmuwan memetakan kondisi cuaca aneh yang dijumpai pada planet ini ketika pesawat antariksa membuat peta suhu eksoplanet untuk pertama kalinya.

Data menunjukkan perbedaan suhu planet saat siang dan malam hari mencapai 260 derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan angin bertiup sangat kencang. "Tapi kami tidak yakin apa yang membuat warna planet itu biru," ujar Pont.

Memang sulit untuk mengetahui secara persis apa yang menyebabkan warna atmosfer suatu planet, bahkan untuk planet di tata surya. Namun, Pont mengatakan, pengamatan terbaru ini menguak sepotong teka-teki atas kondisi dan atmosfer HD 189733b.

"Kami perlahan melukis gambaran yang lebih lengkap tentang planet eksotis ini," ucap dia. Penemuan terbaru tentang warna HD 189733b diterbitkan dalam jurnal Astrophysical Journal Letters. 

SPACE | MAHARDIKA SATRIA HADI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

32 hari lalu

Bangunan kubah ikonik di komplek Observatorium Bosscha, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 16 Januari 2023. Tempat peneropongan bintang Observatorium Bosscha telah genap berusia 100 tahun pada tahun 2023 ini. TEMPO/Prima Mulia
Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.


Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

27 November 2023

Harijono Djojodihardjo menerima anugerah Nurtanio Award 2023 atas andilnya dalam memajukan iptek dan riset Indonesia, khususnya di bidang dirgantara. Dok: TEMPO/ANNISA FEBIOLA.
Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.


BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

Kepala Badan Riset Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.


Membuka Jalan untuk Gibran

26 September 2023

Membuka Jalan untuk Gibran

Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.


Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

21 September 2023

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di IEMS 2023. (Foto: TEMPO/Rafif Rahedian)
Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.


Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

27 April 2023

Ilustrasi luar angkasa
Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.


Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

17 Januari 2023

Kapal Ulang-alik Atlantis meluncur ke luar angkasa untuk terakhir kalinya pada 8-7, 2011. Atlantis, salah satu pesawat ulang-alik milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat. REUTERS/Bill Ingalls/NASA/Handout
Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.


AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

9 Desember 2022

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko


BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

30 November 2022

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2022 memberikan penghargaan Nurtanio Pringgoadisuryo Memorial Lecture kepada Dr. Orbita Roswitiarti M.Sc yang memiliki rekam jejak di bidang penerbangan dan antariksa serta memberikan banyak manfaat yang berarti. (BRIN)
BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.


Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

3 Agustus 2022

Messier 15 (NASA, ESA)
Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.