TEMPO.CO, Surabaya - Bakal calon Wakil Gubernur Jawa Timur Herman Suryadi Sumawiredja geram mendengar pernyataan komisioner Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur Divisi Hukum, Pengawasan Sumber Daya Manuia dan Organisasi, Agung NUgroho.
"Saya terus terang, anda ini (bicara) normatif. Tapi ada perlakuan berbeda. Rakyat tidak bisa dibohongi," kata Herman, yang menjadi pasangan Khofifah Indar Parawansa, di Kantor KPU Jawa Timur, Sabtu, 13 Juli 2013.
Pernyataan itu menanggapi respon Agung Nugroho yang mengatakan KPU akan bertindak adil, profesional, imparsial serta tidak memihak kepada pasangan calon tertentu. "KPU akan melakukan itu semua karena kami disumpah, didalam memutuskan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan," kata Agung.
Ucapan Agung langsung ditepis Herman. Menurut dia, telah terjadi kejahatan demokrasi yang dilakukan KPU Jawa Timur karena berupaya menjegal langkah Khofifah-Herman.Herman minta KPU tidak bersikap normatif, namun kembali pada keabsahan surat dukungan. "KPU jangan mau ditekan pihak tertentu hanya karena budi baik (calon) inkumben," ujar purnawirawan jenderal polisi berbintang dua ini.
Herman datang ke kantor KPU Jawa Timur bersama pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid dan Sekretaris Partai Kebangkitan Bangsa Jawa Timur Thoriqul Haq. Kedatangan mereka bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang dukungan ganda Partai Kedaulatan dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, sebelum KPU menetapkan nama-nama pasangan calon pada Minggu besok, 14 Juli 2013.
Menurut Gus Sholah, sapaan akrab Salahuddin Wahid, dukungan ganda sebenarnya tidak ada. Yang ada hanya dianggap ganda karena ketidakcermatan KPU.
Pada saat pendaftaran, KPU menerima dua kepengurusan Partai Kedaulatan. Ketua Partai Kedaulatan Jawa Timur Achmad Tony Dimyati dan Sekretaris Mahsun Aziz memberikan dukungan untuk Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa). Adapula Partai Kedaulatan Jawa Timur versi Ahmad Isa Noercahyo dan Sekretaris Rosadi mendukung Khofifah - Herman.
BelakanganTony Dimyati membuat surat pernyataan yang isinya dukungan terhadap KarSa merupakan suatu kekeliruan. Surat bermaterai dan tertanggal 6 Juli 2013 itu menyebutkan bahwa dirinya bukan lagi pengurus sah karena telah diberhentikan jauh sebelum pendaftaran bakal pasangan calon.
Kasus yang sama juga terjadi pada Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI). Perbedaan kepengurusan juga menimbulkan dukungan ganda. Ketua PPNUI Jawa Timur Abdur Rachman dan Sekretaris Suaidi mendukung KarSa. Sementara versi kepengurusan Mashum Zein dan Budi Chidmadi mendukung Khofifah.
KPU, kata Gus Sholah seharusnya tinggal melihat kepengurusan partai sesuai dengan data yang ada saat didaftarkan. Apalagi, menurut Gus Sholah, tidak ada surat keputusan dukungan dari DPW untuk KarSa. Yang ada hanya rekomendasi dukungan dari dewan pimpinan pusat. "Menurut kami tidak ada dukungan ganda. Ini karena ketidakcermatan dari KPU," kata Gus Sholah.
Karena itu, Gus Sholah ingin membuktikan apakah hasil rapat pleno KPU besok bisa diputuskan dengan adil, obyektif, tidak memihak, tidak merugikan siapapun dan sesuai dengan peraturan. Apabila Khofifah-Herman ternyata tidak lolos pencalonan, maka pihaknya tidak segan untuk melaporkan KPU kepada Pengadilan Tata Usaha Negara dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
AGITA SUKMA LISTYANTI