TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pendidikan DPR, Rohmani, mengimbau pemerintah untuk membuktikan dulu kualitas Kurikulum 2013, baru boleh menambah jumlah sekolah sasaran. Dengan singkatnya persiapan, menurut Rohmani, implementasi kurikulum baru ini sebaiknya sesuai dengan perencanaan awal. "Kalau enggak mau tambah kacau, konsisten saja dengan perencanaan awal," kata Rohmani saat dihubungi, Selasa, 16 Juli 2013.
Dengan banyaknya jumlah sekolah yang mengajukan diri, menurut dia, pemerintah seharusnya menolak pengajuan tersebut. Menurut Rohmani, kekacauan ini bukan hanya pada masalah anggaran. Jumlah instruktur nasional dan guru, kata dia, juga tidak disiapkan untuk jumlah besar. "Nanti ketidaksiapannya akan menjadi-jadi," kata Rohmani.
Penambahan sekolah, kata Rohmani, bisa dipertimbangkan setelah ada evaluasi terhadap kurikulum baru ini. Rohmani memaklumi jika sekolah non-sasaran tidak mau ketinggalan, dengan ekspektasi kurikulum baru lebih baik dari sebelumnya. "Padahal belum tentu," kata dia. Penganggaran untuk implementasi kurikulum tahun depan, kata Rohamani, akan disesuaikan dengan evaluasi tahun ini. "Tidak usah terburu-buru," kata dia.
Kemarin, 2.326 sekolah akan menerapkan kurikulum baru--disebut Kurikulum 2013--pada tahun ini. Pelaksanaan Kurikulum 2013 diterapkan pada kelas I, IV, VII, dan X. Untuk menerapkan kurikulum ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan Rp 829 miliar.
Di luar jumlah itu, sekitar 2.000 sekolah mengajukan diri untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 tahun ini. Mereka harus mengajukan diri karena tidak termasuk dalam daftar sekolah sasaran yang ditetapkan pemerintah.
Untuk mengimplementasikannya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mensyaratkan untuk tidak membebankan orang tua siswa. Maka, dana untuk pengimplementasiannya akan diambil dari jatah Bantuan Operasional Pendidikan dan Bantuan Operasional Sekolah di sekolah tersebut.
TRI ARTINING PUTRI