TEMPO.CO, Rembang - Sejumlah perajin batik tulis Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mengaku kebanjiran pesanan pada bulan Ramadan ini. “Order pesanan mencapai 25 persen dari hari normal,” kata Riva’i, Ketua Klaster Batik Tulis Lasem, Selasa, 16 Juli 2013.
Permintaan pesanan datang dari kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. “Saat ini kami meningkatkan produksi hingga 3.000 potong per bulan,” ujar Riva’i. Ia juga menerima pesanan 700 potong dari instansi pemerintah untuk seragam kedinasan. Harga batik dipatok berkisar Rp 150-350 ribu per potong.
Tren batik saat ini masih berkutat pada warna cerah. Di beberapa daerah, warna biru dan merah cenderung diminati konsumen, seperti di Surabaya, Surakarta, dan Yogyakarta. Perajin batik juga membuat desain yang berbeda dengan desain batik klasik. "Kami sesuaikan permintaan pasar," ujar Santoso, pemilik usaha dengan merek Pusaka Beruang.
Dia mengaku mendesain sendiri batiknya dan sudah punya 500 desain. “Tapi yang dipakai baru 100 desain,” katanya. Batik Lasem dikenal bermotif tiga negeri dan empat negeri. "Tapi yang laku keras adalah motif tiga negeri," ucap Santoso. Motif tiga negeri kuat dengan warna biru, merah, hijau, dan cokelat.
Santoso mengandalkan pemasaran dengan sistem jemput bola, seperti mengikuti pameran di kota besar, terutama di Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Saat Ramadan, kata Santoso, omzet penjualannya normal. “Barangkali masyarakat lebih mengutamakan untuk keperluan memasukkan sekolah,” kata Santoso.
Pendapatan rutin Santoso pada hari biasa berkisar Rp 3-4 juta per hari. Sementara keuntungan batik berkisar 15-35 persen tergantung produknya. Namun, pada hari libur dan Lebaran bisa laku hingga Rp 60 juta per hari. Harga tiap potong batik mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 1,2 juta, tergantung desain.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan UMKIM Rembang, Munthohar, di Lasem sekarang terdapat 90 perajin dengan pembatik dan 5.000-6.000 buruh. Kini, pengusaha batik sebagian besar dilakukan oleh pendatang baru. Sedangkan pewaris lama tinggal Santoso, Sigit Witjaksono Purwati, dan Wiji. “Omzet penjualannya setahun Rp 2 miliar dan jika ada pameran bisa mencapai sekitar Rp 4 miliar,” kata Munthohar.
BANDELAN AMARUDIN