TEMPO.CO, Kupang - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto meminta kepada pedagang untuk tidak menimbun atau mengambil untung berlebihan dari penjualan daging sapi sehingga melambungkan harganya. Begitu pentingnya kenaikan harga daging yang fantastis ini, DPR sampai memasukkannya dalam klausul Undang- Undang Perdagangan yang sedang dibahas.
"Kami sedang membahas tentang UU Perdagangan, salah satu klausulnya yakni penimbunan dan penjualan di atas Harga Eceren Tertinggi (HET)," katanya kepada wartawan di Kupang, Rabu, 17 Juli 2013.
Harga daging sapi di Nusa Tenggara Timur (NTT) kini juga terus merangkak naik. Harga daging sapi di NTT mengalami kenaikan dari Rp 70 ribu per kilogram menjadi Rp 90 ribu per kilogram. Padahal, NTT merupakan salah satu daerah pemasok utama daging sapi ke Pulau Jawa dan Kalimantan.
Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi, menurut Ketua Fraksi Golkar di DPR ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan pada Juli 2013 mengimpor sebanyak 15 ribu ekor sapi bakalan, dan Juli 2013 ini akan diimpor lagi sebanyak 30 ribu ekor. "Terpaksa kran impor daging dibuka kembali, karena kebutuhan mendesak," katanya.
Selain sapi bakalan, pemerintah juga akan menyiapkan 3.000 daging sapi impor (melalui Bulog) untuk mengisi pasokan. Bulog akan memasok sebanyak 800 ton daging sapi beku asal Australia. Ini merupakan bagian dari total alokasi kuota untuk Bulog sebanyak 3.000 ton daging sapi beku, yang importasinya dikhususkan untuk operasi pasar demi menciptakan stabilitas harga daging sapi. Selain daging sapi, pemerintah juga akan mengimpor 4.000 ton bawang dan cabai. "Pekan depan 2.600 ton bawang merah dan 240 ton cabai sudah tiba," katanya.
Berkaitan dengan RUU Perdagangan yang dibahas antara pemerintah dan DPR, kata Setya, perlu dimasukkan klausul tentang anti mengambil keuntungan berlebihan. Hal ini sebagai regulasi pelarangan dan pemberian sanksi tegas kepada penimbunan barang oleh para spekulan atau pun kartel untuk mengeruk keuntungan berlebihan.