TEMPO.CO, Jakarta--Kepolisian Republik Indonesia diminta memperbaiki pola pelayanan kepada publik. Selama ini, kepolisian dinilai kurang mendapatkan simpati publik sehingga kerap menimbulkan permusuhan.
"Padahal kepolisian adalah institusi terdepan dalam memberikan pelayanan," anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Sarifuddin Sudding saat ditemui di Kantor Partai Hanura, Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2013.
Polisi diminta mengevaluasi pola penanganan kepada terorisme. Dia mencontohkan aparat Densus 88 yang kerap melakukan operasi di depan keluarga teroris. Menurut dia, pola penangangan seperti tak akan berhasil memadamkan aksi terorisme. "Bahkan suatu ketika akan meledak," ujarnya.
Dia meminta polisi mengedepankan cara yang lebih persuasif. Di Poso, aksi kepolisian menimbulkan kebencian yang turun pada anak cucu pelaku teroris. Hal ini dinilai akan berpotensi memunculkan teroris-teroris baru. Karena itu, kata Ketua Fraksi Partai Hanura ini, tak heran kerap ada aksi peledakan bom bunuh diri di kantor polisi.
Sudding menuturkan, motif peledakan bom di kantor polisi adalah untuk menyerang institusi. Karena itulah, Kapolri diminta mengevaluasi pola penanganan terorisme.
Sebelumnya, Markas Kepolisian Sektor Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dibom dua lelaki tak dikenal, Sabtu, pukul 01.30 WIB. Bom sempat meledak, namun daya ledaknya rendah. Tidak ada korban luka maupun korban tewas akibat ledakan ini. Hingga saat ini, kepolisian masih mencari pelaku pemboman ini.
WAYAN AGUS PURNOMO
Terhangat:
Bentrok FPI | Bisnis Yusuf Mansyur | Aksi Liverpool di GBK
Baca juga:
Aneka Kekerasan ala FPI
Diwawancarai Wartawan, Petugas Kebersihan Dimarahi
Ahok Tak Mau Gubris Pebisnis Fatmawati
Jika Jokowi Capres, Jakarta Bisa Terbengkalai