TEMPO.CO, Jakarta - Celah peraturan pengadaan buku di sekolah membuat para penerbit saling bersaing mendekati pihak sekolah dan guru. Tujuannya agar sekolah-sekolah menggunakan buku dari penerbit tertentu. Mereka pun tak sungkan mengiming-imingi guru dengan berbagai macam hadiah, bahkan hingga jalan-jalan ke luar negeri.
"Dari informasi yang saya dapat, penerbit atau agen datang ke sekolah-sekolah mengiming-imingi sekolah dengan berbagai macam bentuk. Ada keuntungan 30-50 persen dari harga jual buku, hadiah macam-macam, jalan-jalan ke Bali, bahkan hingga luar negeri, seperti Thailand atau Singapura," kata Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Depdiknas Ramon Mohandas pada Tempo, Senin, 22 Juli 2013, di ruang kerjanya, Gedung Puskurbuk, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Praktek gratifikasi ini terjadi karena memang ada ruang yang memungkinkannya. Aturan soal penggunaan buku di sekolah diatur dalam Peraturan Mendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku. Di situ disebutkan buku pelajaran yang digunakan di sekolah harus melalui penilaian terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan/atau tim ahli yang dibentuk menteri.
Namun, ada klausul di Pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan dalam hal buku yang ingin diadakan sekolah belum dinilai BSNP, maka sekolah boleh menentukan buku sendiri. Ini terkait juga dengan kewenangan sekolah dalam kurikulum 2006 yang menyebutkan tugas guru di antaranya menyusun silabus. Karena guru diberi hak menyusun silabus, guru pun diberi kewenangan menentukan buku pelajaran apa yang ingin digunakan. "Ini yang bikin runyam. Karena penerbit langsung ke sekolah menawarkan buku ke pihak sekolah," kata Ramon.
Ramon menduga iming-iming pemberian hadiah inilah yang membuat sekolah tak lagi mengawasi konten buku, seperti dalam kasus buku terbitan CV Graphia Buana. Buku Bahasa Indonesia dengan penulis Ade Khusnul dan M. Nur Arifin memuat materi cabul yang tidak pantas dibaca siswa SD. "Saya duga, iming-iming hadiah itulah yang terjadi dalam kasus di Bogor," kata Ramon.
Bagi Ramon, kasus ini membuat miris. Sebab, sekolah mestinya melihat terlebih dahulu isi dan mutu buku pelajaran yang akan dipakai di sekolah. "Sangat mengenaskan. Semestinya buku pelajaran, kan, dilihat dulu isinya," ujar dia.
AMIRULLAH
Berita Terpopuler:
Rano Karno Akui Berniat Mundur dari Wagub Banten
Vanny Rosyane: Abang Freddy Budiman Banyak Duit
Ini Harga Sewa 'Bilik Asmara' Lapas Cipinang
Anggita Sari Berteman dengan Vitalia dan Fathanah
Bella Saphira Masuk Islam Atas Kemauan Sendiri