TEMPO.CO, Jakarta -Peringatan Hari Anak Nasional 2013 di Gedung Smesco, Gatot Subroto, Jakarta diselenggarakan sejak tanggal 23 Juli, berakhir hari ini Sabtu 27 Juli 2013. Pesan moralnya masih sama, canangkan gerakan stop kekerasan pada anak.
Hal ini diungkapkan Kak Seto Mulyadi dalam temu wicara dan silaturahmi tema Indonesia Yang Ramah dan Peduli anak, Dimulai Dari Pengasuhan Dalam Keluarga, di Exhibition Hall, Smesco, Gatot Subroto, pada 26 Juli 2013.
Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak ini, kekerasan seperti sesuatu yang biasa dilakukan. Apapun selalu ribut,” Mulai dari pemilihan kepala daerah, atau pemilu,” ujarnya. Kekerasan melanda anak-anak bukan hanya masalah psikologis tapi juga fisik dan seksual. Seperti kasus ibu membunuh anak, ayah memperkosa anak perempuannya sendiri.
“Indonesia membutuhkan gerakan nasional anti kekerasan. Jangan sampai kekerasan, misalnya memukul itu dianggap biasa,” kata Kak Seto yang mendapat laporan setiap hari dalam tempo 10 hingga 15 menit terjadi kekerasan pada anak di tanah air.
Kak Seto menyatakan, kita semua harus ramah dan menyayangi anak. Ayah empat anak ini menegaskan, perlunya kekuatan hukum untuk mengadili pihak yang melakukan kekerasan kepada anak-anak. Ia menyayangkan perilaku satuan pamong praja yang mengejar-ngajar anak jalanan.
“Saya kira mendesak sekali pencanangan gerakan stop kekerasan. Harus dimulai dari presiden dan semuanya diingatkan kembali untuk memberlakukan UU Perlindungan anak,” katanya.
Maka diperlukan satuan tugas perlindungan anak mulai dari tingkat RT dan RW, sehingga tidak perlu hanya mengadu dan melaporkan ke Komnas Anak atau Komnas Perlindungan Anak Indonesia.
Penampilan grup band Smash menutup peringatan hari anak yang melibatkan kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), organisasi Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) dan koran anak BERANI.
EVIETA FADJAR