TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parikesit, mengkritik langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengandalkan kedatangan 1.000 unit bus baru untuk mengatasi masalah transportasi.
Menurut dia, kedatangan bus baru itu tak bisa diharapkan rampung dalam waktu dekat. Jumlahnya juga belum memadai. "Seribu bus itu sedikit kalau dibandingkan dengan kebutuhan Jakarta," kata Danang ketika dihubungi, Sabtu, 27 Juli 2013.
Pengadaan bus baru ini selalu dijagokan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama sebagai strategi mengatasi masalah transportasi di Ibu Kota. Termasuk mengatasi semrawutnya masalah Metromini yang membahayakan penumpang.
Pemerintah, menurut dia, tak perlu menggelontorkan dana untuk pembelian bus. Alasannya, para pebisnis angkutan umum di Jakarta sebenarnya memiliki kemampuan untuk membeli bus. Hanya saja, saat ini iklim investasi dan kebijakan pemerintah belum menjamin usaha transportasi.
"Yang penting pemerintah mempersiapkan sistem kontrak dan penjaminan iklim usaha," ujar pengamat dari Universitas Gadjah Mada itu. Adanya jaminan akan membuat penguasaha tertarik berinvestasi. "Bank juga pasti mau memberikan pinjaman."
Danang menyarankan agar anggaran transportasi milik provinsi dialokasikan untuk memperbaiki infrastruktur, seperti jalan dan tempat perhentian bus. Pemerintah juga perlu menyiapkan manajemen pengelolaan angkutan umum yang profesional, termasuk restrukturisasi trayek dan kontrak dengan operator.
"Jadi, logikanya dibalik. Disiapkan dulu instrumen kebijakannya supaya pengusaha mau berinvestasi," kata dia. "Risiko jumlah penumpang juga harus ikut ditanggung pemerintah supaya swasta lebih tertarik berinvestasi."
ANGGRITA DESYANI